TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Agama Republik Indonesia berharap Ramadan tahun ini bisa menjadi momentum untuk meneguhkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Hal tersebut disampaikan Kepala Biro Humas Data dan Informasi Kemenag Mastuki, di Jakarta.
“Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, baik agama, budaya, adat istiadat, etnik, maupun bahasa dan paham keagaaman, Ramadan menjadi momentum untuk meneguhkan persatuan dan memperkuat toleransi di antara sesama,” kata Mastuki.
Mastuki pun menyeru seluruh elemen masyarakat untuk menjadikan bulan suci Ramadan sebagai bulan muhasabah, untuk menginstrospeksi diri masing-masing.
“Lebih-lebih, paska Pilpres/Pileg di mana elemen-elemen bangsa terpolarisasi akibat kompetisi. Kini saatnya menenggang rasa dan bersatu kembali, merajut kemajemukan untuk memajukan bangsa,” ujar Mastuki.
Di bulan Ramadan ini pula menurut Mastuki, menjadi momentum untuk mempersatukan toleransi serta sikap tenggang rasa antar umat beragama. “Bagi yang berpuasa perlu menenggang rasa orang yang tak berpuasa. Bagi muslim ada banyak orang yang tak berpuasa karena kondisi yang mengharuskan ia boleh tak berpuasa,” ujarnya.
“Misalnya pekerja kasar, ibu hamil dan mennyusui, musafir, dan lain-lain. Di Indonesia juga banyak saudara kita non muslim yang jugatak dikenakan kewajiban berpuasa,” imbuhnya.
Sebaliknya, Mastuki juga mengimbau bagi pihak yang tidak berpuasa juga wajib menghormati dan mengenggang rasa bagi mereka yang berpuasa.
“Warung atau restoran yang biasanya buka siang hari, hendaklah menghormati saudaranya yang berpuasa. Caranya tentu kita punya wisdom masing-masing. Itulah makna tapa selira itu,” kata Mastuki.