Tentu kita ingat, imām adil, sebagaimana disebutkan oleh Rasululullah saw. merupakan salah satu dari tujuh golongan yang mendapat naungan Allah swt di hari akhir. Sebab, adil ini menunjukkan integritas dan kredibilitas seorang muslim.
Perintah kedua, Ihsan. Dalam Hadis Nabi disebutkan bahwa makna ihsan adalah, “an ta’budallāha kaannaka tarāhu wa in lam takun tarāhu, fainnahu yarāka.”
Sembahlah Allah seakan kau melihat-Nya, jika kau tidak melihat-Nya maka (yakinlah) ia melihatmu. Inilah gabungan dari Islam dan iman.
Termasuk ibadah apapun dengan maknanya yang luas. Seperti definisi yang diberikan Ibnu Taimiyah, segala perbuatan yang diridhai Allah.
Maka ihsan bisa berarti ikhlas, memurnikan niat, yang menunjukkan tauhid rubūbiyyah seorang hamba, tidak mengharap kecuali kepada-Nya.
Ibarat seorang pekerja yang selalu diawasi atasan atau mandornya, maka kerjanya tentu diusahakan yang terbaik, maksimal dan berkualitas. Makanya Allāh mencintai orang-orang muhsin.
Perintah ketiga; melaksanakan dan menunaikan hak orang terdekatnya, seperti sedekah, zakat, memperlakukan mereka dengan baik dan tepat. Termasuk di dalamnya adalah menyampaikan amanat kepada yang berhak diantara mereka.
Perhatikan Enam Hak
Begitu juga hak yang disebutkan Rasulullah dalam enam hal, sebagai contoh kongkritnya; 1) Bila engkau bertemu dengannya, ucapkankanlah salam kepadanya. 2) Bila dia mengundangmu, penuhilah undangannya. 3) Bila dia minta nasihat, berilah dia nasihat. 4) Bila dia bersin lalu dia membaca tahmid, doakanlah semoga dia beroleh rahmat. 5) Bila dia sakit, kunjungilah dia. 6) Dan bila dia meninggal, ikutlah mengantar jenazahnya ke kubur. (HR. Muslim).
Jika kita menghendaki predikat taqwa, maka kita hendaknya berusaha untuk mengamalkan ketiganya dengan baik. Selain itu, Kesemua hal di atas juga harus diimbangi dengan tiga larangan yang Allah swt sebutkan setelahnya, yaitu:
Pertama, Fahsyā’. Ia adalah sifat yang buruk, keji, semua hal yang dilarang (muharramāt), dosa-dosa besar, seperti zina. Al-Qur’an menyebutnya dengan jalan yang buruk (sā’a sabīlā), dan pidananya besar, dicambuk 100 kali untuk pelaku zina yang belum menikah atau dirajam sampai mati bagi pelaku yang sudah menikah.
Kedua, Munkar. Yaitu semua hal yang diinkari oleh agama, bahkan dilarang, dan pelakunya diancam dengan hukuman tertentu, baik di dunia maupun akhirat. Termasuk di dalamnya syirik. Namun, Ustadz Mulyono menambahkan, jika fahsyā’ cenderung dilakukan secara sembunyi, maka munkar ini lebih bersifat terbuka, bisa disaksikan oleh orang lain.
Ketiga, al-baghyu. Yaitu berlaku dzalim, melanggar batas, atas tidak menepati hak yang sudah ditentukan baginya. Ketiga larangan inilah yang harus kita perhatikan dengan baik, untuk menyelaraskan dengan tiga perintah sebelumnya.
Inilah ayat yang sangat penting untuk direnungkan, sebagai dipaparkan oleh Ustadz Mulyono. Beliau juga menyebut dalam kultum singkat Ramadhan ini, kita sebagai “khaira ummatin”, hendaknya memaknai dan mengamalkannya dengan baik.
“Mari kita pegang benar ayat ini agar benar-benar mencapai derajat taqwa dan selalu mengingat Allah swt., begitu juga dalam kehidupan sosial kita sehari-hari”, demikian pesan beliau mengakhiri kuliah subuh yang menggugah hati jama’ah ini.
Dirangkum oleh: Muhammad Faqih Nidzom
Artikel ini telah tayang di unida.gontor.ac.id dengan judul: http://unida.gontor.ac.id/kultum-singkat-ramadhan-dimensi-taqwa-dalam-surat-an-nahl-90