Prof Dr Komaruddin Hidayat
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah
SETIAP Ramadan di berbagai masjid selalu diadakan peringatan nuzulul Quran, peristiwa turunnya Alquran.
Tentu Alquran turun ke bumi tidak seperti turunnya hujan dari langit karena langit itu sendiri pengertiannya banyak, mengingat bumi itu bulat dan hanya sebagian kecil saja dari miliaran planet mengapung di alam semesta.
Jadi, kalau dikatakan Alquran itu turun dari langit, langit manakah yang dimaksud, sulit dijawab secara ringkas.
Peristiwa nuzulul Quran mungkin mirip dengan isra mikraj, yaitu peristiwa rohani yang hanya dialami oleh pribadi Nabi Muhammad SAW, sementara para sahabat tidak ikut terlibat di dalamnya.
Para sahabat hanya mendengar ceritanya, lalu meyakini.
Ini berbeda dengan hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madinah yang merupakan peristiwa historis-empiris yang bisa disaksikan dan diikuti oleh para sahabat beliau.
Alquran turun pun tidak dalam bentuk lembaran kertas penuh tulisan yang jatuh berhamburan di muka bumi, lalu dipungut oleh Rasulullah.
Tidak juga malaikat Jibril menyerahkan bundelan kitab yang dapat diraba dan dipegang.
Tetapi Alquran turun pada bumi manusia, dengan lokus ataupun perantara Muhammad seorang diri.
Ini merupakan peristiwa rohani yang Muhammad sendiri sulit menjelaskan, bahkan pada awal mulanya ketakutan ketika makhluk spiritual bernama Jibril menemuinya di Gua Hira.
Kemudian, yang dituju oleh nuzulul Quran adalah bumi manusia, yaitu hati dan pikiran manusia, agar pesan dan petunjuk Alquran direnungkan, dipahami, dinalar, selanjutnya masuk menjadi keyakinan dan pada urutannya menggerakkan dan membuahkan perbuatan baik atau amal saleh.
Bahwa setiap Ramadan diadakan peringatan awal turunnya Alquran, itu sangat bagus agar umat Islam semakin akrab dan semakin mencintai Alquran.
Namun yang paling mendasar dari peringatan itu adalah apakah pesan dan semangat Alquran nuzul pada hati dan pikiran kita ataukah tidak?
Alquran menamakan dirinya dengan beragam nama dan fungsi, namun yang terkenal sebagai hudan atau petunjuk jalan kebenaran dan kebaikan.
Dalam tradisi hermeneutika, sebuah petunjuk akan berfungsi dengan mengandaikan beberapa syarat.
Tiga Syarat
Pertama, seseorang mesti paham apa yang dikandung oleh petunjuk itu.
Misalnya saja, ketika ke Jepang, saya tiba-tiba menjadi buta huruf lantaran dihadapkan beberapa keterangan dan petunjuk jalan dalam huruf kanji dan bahasa Jepang.
Demikian pula apa yang dikandung Alquran. Ketika seseorang tidak mampu membaca dan menangkap pesannya, petunjuk itu tidak berfungsi.
Kedua, ibarat petunjuk jalan, kalau seseorang paham tetapi tidak mau menaati atau dihadapkan pada situasi yang menghalangi, lagi-lagi petunjuk itu tidak mengantarkan seseorang pada sasaran.
Ketiga, ibarat resep dokter, kalau seseorang tidak berdisiplin mengikuti petunjuknya agar memakan obat serta menjaga gaya hidup sehat, sulit baginya untuk hidup sehat.
Bahwa membacanya berpahala, memang itu dibenarkan oleh Rasulullah.
Bahwa peringatan nuzulul Quran itu bagus, itu sudah pasti sebagai tanda cinta umat Islam pada kitab sucinya.
Agar Alquran mencapai sasarannya dan nuzul atau turun pada bumi manusia dan berfungsi membawa rahmat bagi kehidupan manusia, tidak saja bagi umat Islam, syarat pertama seseorang haruslah menyucikan hatinya (clean heart).
Bagi orang yang hatinya tidak bersih, Alquran sulit untuk masuk. Demikianlah bunyi sebuah satu ayat Alquran.
Syarat kedua, bila tanpa pikiran kritis dan selalu ingin berdialog secara cerdas dengan Alquran, Alquran seakan bisu, tidak banyak berbicara pada kita.
Sebuah teks akan berbicara dan mengajari kita kalau kita senang bertanya, berdialog dan menangkap kandungannya.
Syarat ketiga, setelah menggunakan heart dan head secara benar dan optimal, selanjutnya seorang muslim haruslah mengimplementasikan dalam karya dan tindakan nyata.
Semasa Rasulullah, masyarakat Arab padang pasir dikenal jahiliah dan senang berperang.
Melalui bimbingan Alquran, hati, pikiran, dan perilakunya dipandu oleh Alquran, sehingga dalam waktu singkat terjadi revolusi peradaban.
Alquran benar-benar nuzul pada hati dan pikiran mereka yang kemudian mendorong perubahan sosial, dari kehidupan yang tidak beradab menjadi beradab.
Hidup yang semula senang berperang berubah menjadi senang ilmu dan perdamaian.
Itulah salah satu pesan Nuzulul Quran yang mesti kita gali untuk direnungkan dan diamalkan.