Dr Mutohharun Jinan MAg
Direktur Pondok Shabran UMS Solo
ALQURAN menekankan perlunya sikap jalan tengah (qawama) di antara dua kutub ekstrem dalam berbagai aspek kehidupan.
Sikap tengahan atau proporsionalitas dalam hal antara suka dan benci, evolusi dan revolusi, banyak dan sedikit, antara tampak dan sembunyi.
Bahkan dalam sikap beragama juga diindikasikan tidak berlebihan.
Di antara sikap tengahan yang disebut eksplisit dalam Alquran adalah dalam hal membelanjakan harta atau berinfak.
Dalam membelanjakan harta diingatkan agar tidak kikir dan tidak boros.
Sebagaimana disebutkan dalam Alquran, "Dan orang-orang yang apabila berinfak, mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian." (QS Al-Furqan/25: 67).
Pemborosan dan kikir memang dua sifat yang sama-sama tidak menguntungkan bagi pribadi seseorang.
Sikap boros (sarf) atau berlebihan dalam pembelanjaan harta menyiratkan adanya kesia-siaan dan berlebihan, melampaui batas dari apa yang seharusnya dilakukan.
Pemborosan merupakan satu bentuk dari ketidakadilan dalam arti tidak menempatkan sesuatu sesuai kebutuhannya.
Sedangkan kikir adalah memberi sesuatu kurang dari yang seharusnya diberikan.
Misalnya orang berpenghasilan tinggi diatas upah minimum kota (UMK) berinfak tidak sama dengan orang berpenghasilan rendah jauh dari UMK.
Maka kikir mengandung prilaku menyembunyikan dan menumpuk-numpuk harta tanpa mempedulikan pihak lain yang membutuhkan.
Sikap kikir sering mengakibatkan timbulnya kebencian di kalangan masyarakat.
Berinfak dianjurkan di antara keduanya secara wajar (qawama), inilah agama yang pertengahan, moderat, seimbang antara kepentingan individu dan masyarakat.
Melalui anjuran bersikap tengahan ini mengandung pengertian agar memandang harta secara proporsional dan manusiawi.
Bagaimanapun manusia itu membutuhkan harta untuk keberlangsungan hidupnya yang layak.
Manusia bukanlah makhluk seperti malaikat yang tidak memerlukan sarana dan kebutuhan materi berupa harta benda.
Manusia juga tidak boleh mengikuti rayuan setan yang menggodanya agar tidak berinfak lantaran takut miskin.
"Setan juga menakut-nakuti kamu akan kemiskinan dan menghasut kamu berbuat keji." (QS Al-Baqarah/2: 268).
Ibadah Sosial
Berderma dalam bentuk harta menjadi satu di antara ajaran penting dalam Islam, sebagaimana perintah zakat, infak, dan sedekah.
Fungsinya, bagi orang yang berderma untuk membersihkan harta sehingga menjadi halal dan barakah.
Sedangkan secara sosial berderma mendorong tumbuhnya lembaga-lembaga filantropi yang bergerak dalam pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan.
Dalam hal tradisi berderma (zakat, infak, dan sedakah), kaum muslim Indonesia pantas bersyukur kedermawanan menjadi satu gejala yang mudah dijumpai di masyarakat pada dasawarsa terakhir.
Berbagai jenis kegiatan sosial digelar untuk masyarakat umum tanpa dipungut biaya dan dilakukan secara sekarela, mulai dari berbagi makanan gratis, pasar murah, sedekah dan sebagainya.
Kedermawanan tampak lebih bergairah pada saat bulan Ramadan tiba.
Memang ada banyak Hadist Nabi Muhammad yang mendorong agar kaum muslimin membelanjakan harta di jalan Allah dalam kaitan dengan ibadah puasa.
Pada bulan puasa kaum muslim memperbanyak ibadah sosial, seperti berinfak, bersedekah, dan berzakat kepada fakir miskin, khususnya dimulai dari kerabat.
Secara khusus bagi orang yang berpuasa kedermaan diwujudkan dalam perintah zakat fitrah, sebagai ibadah penyempurna dari ibadah puasa.
Tradisi berderma juga tampak menggembirakan pada saat terjadi musibah di suatu daerah.
Tanpa menunggu perintah, masyarakat antusias memberikan bantuan melalui lembaga-lembaga atau ormas-ormas yang memiliki kemampuan untuk menyalurkannya.
Kesatuan, kebersamaan dan solidaritas sosial di masyarakat begitu terasa menembus batas-batas agama, etnis, dan golongan.
Anjuran berderma dan sikap tengahan atau proporsional ini sangat baik diterapkan dalam menyikapi datangnya Idul Fitri.
Ini penting, karena jangan sampai prilaku atau sikap-sikap pada saat merayakan Idul Fitri justru terjebak pada perilaku konsumtif yang berlebihan.