Karena untuk jadi harga tiket, tarif itu masih ditambah pajak, asuransi, dan biaya pelayanan bandara atau dikenal sebagai passenger service charge (PSC).
Selain itu, tarif tersebut juga harus disesuaikan dengan layanan di maskapai.
Untuk maskapai full service seperti Garuda dan Batik Air, boleh menjual tarif itu sebesar 100 persen.
"Untuk medium service seperti Sriwijaya dan NAM Air boleh menjual maksimal 90 persen dan LCC seperti Lion, Citilink dan Indonesia AirAsia boleh menjual maksimal 85 persen dari tarif batas atas," terangnya.
Baca: Kemenhub: Harga Tiket Pesawat Lebaran 2019 Lebih Murah dari Lebaran Tahun Lalu
Untuk mengawasi penerapan tarif ini, Ditjen Hubud sudah menyebar inspektur dari Direktorat Angkutan Udara dan Kantor Otoritas Bandar Udara di seluruh Indonesia untuk melakukan pengawasan terkait tarif ini.
Pengawasan juga dilakukan melalui agen tiket dan pengawasan secara online.
Polana pun meminta masyarakat ikut mengawasi penjualan tiket pesawat ini.
"Jika melihat ada pelanggaran jangan takut untuk melaporkan kepada pihaknya. Baik melalui contact center 151 atau sosial media Instagram, Facebook, Twitter @djpu151. Penumpang juga bisa melaporkan ke posko lebaran di tiap-tiap bandar udara," tandasnya.
(Kompas.com)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Ramai Harga Tiket Pesawat Rp 21 Juta, Apa Melanggar Tarif Batas Atas?