“Berjabat tangan pada konteks itu adalah bagaimana mempererat persaudaraan atau memberikan penghormatan,” tutur Syamsul.
Baca: Bolehkah Wanita Haid Datang Salat Ied Lebaran Idul Fitri? Berikut Penjelasannya
Namun, bagaimana hukumnya jika meminta maaf tidak langung bertatap muka?
Syamsul menjelaskan, minta maaf dapat dilakukan baik secara tatap muka maupun tidak.
Menurut Syamsul, esensi minta maaf terletak pada keikhlasan hati untuk meminta maaf dan keikhlasan untuk memberi maaf, baik secara langsung maupun melalui media sosial.
Meminta maaf pada Hari Raya Idul Fitri dianggap lebih kepada tradisi.
Dalam Islam, kapan pun kita salah, kita boleh meminta maaf.
Seseorang dianjurkan untuk sesegera mungkin meminta maaf, tidak harus menunggu Hari Raya Idul Fitri.
Namun, karena Hari Raya Idul Fitri menjadi tradisi saling memaafkan di Indonesia, maka tradisi tersebut dianggap positif.
“Persoalan minta maaf apakah lebih baik langsung atau boleh melalui media sebenarnya tidak ada masalah secara prinsip. Intinya saling memaafkan itu adalah pada niat untuk meminta maaf dan niat ikhlas memberi maaf,” terang Syamsul.
Namun, Syamsul kembali menekankan, meminta maaf secara langsung lebih baik daripada melalui pesan teks, pesan instan, atau media sosial.
Pesan teks, pesan instan, atau media sosial dianggap tidak dapat membawa mimik wajah dan emosi peminta maaf maupun pemberi maaf.
Oleh karena itu, penghayatan akan saling memaafkan ini pun menjadi kurang terasa.
“Ini bukan soal prinsip, tetapi persaudaraan. Jika bertemu langsung, kita dapat berjabat tangan, berpelukan, mimik wajah pun tampak, kata-kata dapat didengar langsung. Hal itu akan lebih penuh dengan penghayatan,” kata Syamsul.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama IAIN Surakarta tersebut juga mengibaratkan meminta maaf seperti perbandingan menonton artis di layar kac dengan bertemu langsung.