Jadi, di rumah saja bisa dapat pahala iktikaf di masjid dan salat berjemaah. Itulah rahmat Allah kepada hambanya. Meskipun tentunya rasanya berbeda.
Begitulah beragama itu berdasarkan ilmu yang digali dari wahyu Allah SWT. Bukan dari perasaan. Sebab perasaan itu acapkali dipengaruhi oleh kebiasaan.
Di rumah saja itu nikmat.
Tak pernah dialami pada Ramadan sebelumnya.
Kini masing-masing keluarga umat Islam dapat memaksimalkan keakraban bahkan pendidikan karakter lebih maksimal di keluarga.
Dalam keluarga terasa perlu ada yang bisa ngaji untuk jadi imam bahkan pemberi ceramah karena tak bisa mengandalkan lagi dari masjid sebelah.
Di rumah saja dapat memaksimalkan mengikuti pengajian atau mengisi pengajian via daring.
Sebab waktu lebih efektif mengikuti dari berbagai pengajian di mana saja karena tak butuh waktu lagi untuk melakukan perjalanan.
Masjid terus dimakmurkan dengan berbagai aktivitas rutin seperti azan, tarhim dan salawatan tapi hanya dulakukan oleh ustaz dan takmir masjid saja.
Sedangkan jemaah bisa mengikutinya dari rumahnya masing-masing tanpa datang ke masjid.
Kini puasa lebih khusyuk dan lebih banyak kesempatan untuk menggapai lailatul qadar.
Selama Ramadan tak banyak kesibukan di luar rumah sehingga bisa lebih fokus pekerjaan dan ibadah.
Selama berpuasa dan pada akhir bulan Ramadan tak disibukkan dengan persiapan mudik sehingga pada Ramadhan kali ini bisa dimaksimalkan dengan bekal ibadah untuk menjemput lailatul qadar.
Tak ada masalah yang berat kalau dihadapi dengan sabar dan tawakal. Semua orang pasti menghadapi masalah dan ujian namun yang berbeda cara menyikapinya.
Cara pandang seseorang pada masalah yang dapat mengubah masalah menjadi peluang bahkan menjadi nikmat.
Jangan pernah berpikir mengubah dunia jika cara pandangnya kepada dunia belum berubah.
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Puasa Teristimewa Bagi Umat Muslim, Dapat Dua Pahala Besar Buah Kesabaran,
Penulis: Y Gustaman