TRIBUNNEWS.COM - Inilah tata cara membayar fidyah bagi ibu hamil pada saat bulan Ramadhan.
Tak terasa, bulan puasa Ramadhan 2021 atau 1442 H akan datang sebentar lagi.
Akan lebih baik jika kita mulai mempersiapkan datangnya bulan suci mulai dari sekarang.
Pada bulan Ramadhan, semua umat Islam baik laki-laki maupun perempuan dan sudah baligh wajib berpuasa.
Baca juga: Kapan Waktu Bayar Fidyah yang Tepat? Berapa Besaran hingga Cara Bayar
Baca juga: Bagaimana Puasa Tenaga Medis yang Merawat Pasien Covid-19? Jika Tak Berpuasa Bolehkah Bayar Fidyah?
Namun, dalam kondisi tertentu, ada beberapa golongan orang yang diperbolehkan tidak berpuasa.
Salah satunya adalah ibu hamil dan menyusui.
Dikutip dari zakat.or.id, sebagian besar ulama berpandangan, wanita yang hamil boleh tidak berpuasa pada siang hari bulan Ramadhan.
Apabila ia tidak berpuasa karena kondisi fisiknya yang lemah dan tidak kuat berpuasa, ia wajib meng-qadha puasa tersebut di hari lain atau ketika mampu.
Dengan demikian, ia tidak wajib membayar fidyah.
Sementara itu, bagi wanita yang hamil atau menyusui dan mampu berpuasa lalu tidak berpuasa karena khawatir terhadap kesehatan anaknya, ia berkewajiban meng-qadha dan membayar fidyah.
Sebagian besar ulama berpendapat, selama wanita hamil atau menyusui memiliki kemampuan berpuasa, lalu ia tidak puasa Ramadhan, maka ia berkewajiban meng-qadha.
Ulama Hanafiah berpendapat cukup dengan meng-qadha.
Dengan demikian, wanita yang hamil lalu tidak berpuasa pada bulan Ramadhan berkewajiban untuk meng-qadha.
Begitu pula pendapat ulama Syafi’iah, Malikiah, dan Hanabilah.
Para ulama kontemporer, seperti DR Yusuf Al-Qardhawi, DR Wahabah Zuhaili, Syaikh Utsaimin dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan, wanita yang hamil atau menyusui berkewajiban untuk meng-qadha puasa yang ditinggalkan.
Sementara fidyah, pada dasarnya hanya berlaku untuk orang yang tidak ada harapan untuk berpuasa.
Misalnya orang tua yang tidak mampu berpuasa atau orang yang sakit menahun.
DR Yusuf Al-Qardhawi berpendapat, bagi wanita yang tidak memungkinkan lagi untuk meng-qadha karena melahirkan dan menyusui secara berturut-urut sampai beberapa tahun, ia bisa mengganti qadha-nya dengan fidyah.
Hal ini karena ada illat (alasan hukum) tidak ada kemampuan lagi untuk meng-qadha semuanya.
Selama masih bisa meng-qadha dan memungkinkan, maka kewajiban meng-qadha itu tetap ada.
Di samping itu, qadha puasa tidak mesti berturut-turut setiap hari, tapi harinya dapat diselang-seling.
Baca juga: Jadwal Puasa Ramadhan 2021: Muhammadiyah Tetapkan 1 Ramadhan 1442 H pada Selasa 13 April 2021
Baca juga: Niat Puasa Qadha Bayar Utang Ramadhan, Bagaimana Jika Lupa Jumlah Utang?
Lantas, apa itu fidyah?
Mengutip dari baznas.go.id, fidyah diambil dari kata 'fadaa' artinya mengganti atau menebus.
Bagi beberapa orang yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa dengan kriteria tertentu, diperbolehkan tidak berpuasa serta tidak harus menggantinya di lain waktu.
Namun, sebagai gantinya diwajibkan untuk membayar fidyah.
Ada ketentuan tentang siapa saja yang boleh tidak berpuasa. Hal ini tertuang dalam surat Al-Baqarah ayat 184.
"(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (Q.S. Al Baqarah: 184)
Adapun kriteria orang yang bisa membayar fidyah di antaranya:
1. Orang tua renta yang tidak memungkinkannya untuk berpuasa
2. Orang sakit parah yang kecil kemungkinan sembuh
3. Ibu hamil atau menyusui yang jika berpuasa khawatir dengan kondisi diri atau bayinya (atas rekomendasi dokter)
Fidyah wajib dilakukan untuk mengganti ibadah puasa dengan membayar sesuai jumlah hari puasa yang ditinggalkan untuk satu orang.
Nantinya, makanan itu disumbangkan kepada orang miskin.
Besaran Fidyah
Menurut Imam Malik dan Imam As-Syafi'I, fidyah yang harus dibayarkan sebesar 1 mud gandum (kira-kira 6 ons = 675 gram = 0,75 kg atau seukuran telapak tangan yang ditengadahkan saat berdoa).
Sementara menurut Ulama Hanafiyah, fidyah yang harus dikeluarkan sebesar 2 mud atau setara 1/2 sha' gandum. (Jika 1 sha' setara 4 mud = sekitar 3 kg, maka 1/2 sha' berarti sekitar 1,5 kg).
Aturan kedua ini biasanya digunakan untuk orang yang membayar fidyah berupa beras.
Cara membayar fidyah ibu hamil bisa berupa makanan pokok.
Misal jika ia tidak puasa 30 hari, maka harus menyediakan fidyah 30 takar di mana masing-masing 1,5 kg.
Fidyah boleh dibayarkan kepada 30 orang fakir miskin atau beberapa orang saja (misal dua orang, berarti masing-masing dapat 15 takar).
Menurut kalangan Hanafiyah, fidyah boleh dibayarkan dalam bentuk uang sesuai dengan takaran yang berlaku seperti 1,5 kilogram makanan pokok per hari dikonversi menjadi rupiah.
Cara membayar fidyah puasa dengan uang versi Hanafiyah adalah memberikan nominal uang yang sebanding dengan harga kurma atau anggur seberat 3,25 kilogram untuk per hari puasa yang ditinggalkan, selebihnya mengikuti kelipatan puasanya.
Hingga saat ini, Baznas belum mengeluarkan Surat Keterangan (SK) tentang nilai zakat fitrah dan fidyah.
Namun bila berdasarkan SK Ketua BAZNAS No. 27 Tahun 2020 tentang Nilai Zakat Fitrah dan Fidyah untuk wilayah Jabodetabek ditetapkan, nilai fidyah dalam bentuk uang sebesar Rp 45.000/hari/jiwa.
Waktu Membayar Fidyah
Dikutip dari zakat.or.id, menunaikan fidyah bisa langsung dilakukan pada hari yang sama dengan puasa yang ditinggalkan.
Bisa juga diakhirkan sampai hari terakhir bulan Ramadhan.
Yang tidak boleh dilaksanakan adalah pembayaran fidyah sebelum Ramadhan.
Cara Membayar Fidyah
Fidyah hanya diberikan untuk fakir miskin sesuai jumlah hari yang ditinggalkan.
Pemberian fidyah dapat dilakukan sekaligus.
Misalnya kita meninggalkan puasa 30 hari, maka kita cukup membayar 30 porsi makanan kepada 30 orang miskin saja.
Fidyah dapat juga diberikan hanya kepada satu orang miskin sebanyak 30 hari.
Imam Nawawi rahimahullah dalam kitab Al-Majmu’ membolehkannya.
Begitu juga Al Mawardi yang mengatakan, “Boleh saja mengeluarkan fidyah pada satu orang miskin sekaligus. Hal ini tidak ada perselisihan di antara para ulama.”
Kemenag pernah juga mengatakan, pembayaran fidyah bisa dilakukan lewat lembaga yang mengelola zakat.
(Tribunnews.com/Sri Juliati)