TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini bacaan niat dan tata cara mani wajib untuk menghilangkan hadast besar.
Dalam agama Islam, seseorang yang hadast besar diwajibkan untuk mandi besar atau mandi wajib.
Penyebab diwajibkannya mandi besar, di antaranya karena melakukan hubungan suami istri atau keluarnya mani.
Lantas, bagaimana tata cara mandi wajib?
Baca juga: Apa Saja Syarat Wajib dan Sahnya Puasa Ramadhan? Berikut Hal-hal yang Membatalkan Puasa
Baca juga: Ada Larangan Mudik, Masyarakat Wajib Punya SIKM untuk Melakukan Perjalanan
Dikutip dari laman Muhammadiyah Kediri, Senin (12/4/2021), berikut tata cara mandi wajib:
1. Niat
Mulailah dengan niat mandi wajib untuk menghilangkan hadats besar.
Niat ini membedakan mandi wajib dengan mandi biasa, sebagaimana ia membedakan ibadah dengan adat/kebiasaan.
Adapun bacaan niat mandi wajib sebagai berikut:
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَكْبَرِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
"Nawaitu Ghusla Lifrafil Hadatsil Akbari Fardhan Lillahi Ta'aala."
Terjemahannya adalah sebagai berikut:
"Aku berniat mandi besar untuk menghilangkan hadas besar fardhu karena Allah Ta'aala."
2. Membersihkan kedua telapak tangan
Yakni menyiram/membasuh tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya, menyiram/membasuh tangan kanan dengan tangan kiri.
Diulangi tiga kali
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اغْتَسَلَ مِنْ الْجَنَابَةِ فَبَدَأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثًا
“Dari Aisyah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mandi karena junub, maka beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya tiga kali...” (HR. Muslim)
3. Mencuci kemaluan
Mencuci dan membersihkannya dari mani dan kotoran yang ada padanya serta sekitarnya
4. Berwudhu
Yakni berwudhu sebagaimana ketika hendak shalat
5. Membasuh rambut dan menyela pangkal kepala
Dengan cara memasukkan kedua tangan ke air, lalu menggosokkannya ke kulit kepala, dan kemudian menyiram kepala tiga kali.
6. Menyiram dan membersihkan seluruh anggota tubuh
Pastikan seluruh anggota tubuh tersiram air dan dibersihkan, termasuk bagian-bagian yang tersembunyi/lipatan seperti ketiak dan sela jari kaki.
Langkah ke-3 hingga ke-6, dalilnya adalah hadits-hadits berikut:
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنْ الْجَنَابَةِ بَدَأَ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ كَمَا يَتَوَضَّأُ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ يُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي الْمَاءِ فَيُخَلِّلُ بِهَا أُصُولَ شَعَرِهِ ثُمَّ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ غُرَفٍ بِيَدَيْهِ ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى جِلْدِهِ كُلِّهِ
“Dari 'Aisyah istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa jika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mandi karena janabat, beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya, kemudian berwudlu sebagaimana wudlu untuk shalat, kemudian memasukkan jari-jarinya ke dalam air lalu menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya." (HR. Al Bukhari)
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنْ الْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ يَأْخُذُ الْمَاءَ فَيُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي أُصُولِ الشَّعْرِ حَتَّى إِذَا رَأَى أَنْ قَدْ اسْتَبْرَأَ حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ
Dari Aisyah dia berkata, "Dahulu apabila Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam mandi hadas karena junub, maka beliau memulainya dengan membasuh kedua tangan. Beliau menuangkan air dengan menuangkan air dengan tangan kanan ke atas tangan kiri, kemudian membasuh kemaluan dan berwudhu dengan wudhu untuk shalat. Kemudian beliau menyiram rambut sambil memasukkan jari ke pangkal rambut sehingga rata. Hingga ketika selesai, beliau membasuh kepala sebanyak tiga kali, lalu beliau membasuh seluruh tubuh dan akhirnya membasuh kedua kaki.” (HR. Muslim)
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَغْتَسِلَ مِنْ الْجَنَابَةِ بَدَأَ فَغَسَلَ يَدَيْهِ قَبْلَ أَنْ يُدْخِلَهُمَا الْإِنَاءَ ثُمَّ غَسَلَ فَرْجَهُ وَيَتَوَضَّأُ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ يُشَرِّبُ شَعْرَهُ الْمَاءَ ثُمَّ يَحْثِي عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَهُوَ الَّذِي اخْتَارَهُ أَهْلُ الْعِلْمِ فِي الْغُسْلِ مِنْ الْجَنَابَةِ أَنَّهُ يَتَوَضَّأُ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ يُفْرِغُ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ ثُمَّ يَغْسِلُ قَدَمَيْهِ
Dari Aisyah ia berkata; "Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam akan mandi junub, beliau mencuci kedua tangannya terlebih dahulu sebelum memasukkan tangannya ke dalam bejana. Setelah itu beliau mencuci kemaluannya, berwudlu sebagaimana wudlu untuk shalat dan menyela-nyela rambut dengan air. Setelah itu beliau menyiramkan tiga siraman ke atas kepalanya." Abu Isa berkata; "Hadits ini derajatnya hasan shahih, dan hadits inilah yang dipilih oleh para ahli ilmu dalam hal mandi junub. Bahwa seseorang hendaknya berwudlu sebagaimana wudlu shalat, kemudian menuangkan tiga siraman ke atas kepalanya. Setelah itu mengalirkan air ke seluruh tubuh dan membasuh kedua kakinya." (HR. Tirmidzi)
Masih Hadast Besar, tapi Sudah Masuk Imsak Puasa Ramadhan, Bagaimana Hukumnya?
Beberapa hal bisa membuat batal puasa saat Ramadan.
Maka dari itu butuh pemahaman lebih untuk memaknai hal tersebut, sehingga momen Ramadhan 2021 dapat dijalani dengan baik.
Termasuk pemahaman soal air mani seorang laki-laki yang keluar di saat menjalankan puasa.
Tentu saja hal tersebut membatalkan puasa, namun apabila dilalui dengan proses persenggamaan (hubungan seksual).
Juga dengan usaha sendiri, atau yang disebut masturbasi, kedua hal tersebut apabila dilakukan saat siang hari di bulan Ramadhan tentu akan membatalkan puasa.
Lantas bagaimana dengan suami istri yang bersenggama di malam hari dan belum mandi junuh saat waktu imsak?
Ketua Prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir IAIN Surakarta, Tsalis Muttaqin, Lc, M.S.I, memberikan penjelasannya.
Hal itu disampaikan Tsalis Muttaqin dalam video Tribunnews berjudul TANYA USTAZ: Apakah Mimpi Basah Membatalkan Puasa? yang diunggah pada 20 April 2020 lalu.
Tsalis Muttaqin menjelaskan soal suami istri yang telanjur tidak mandi besar ketika imsak tiba setelah berhubungan badan karena ketiduran.
"Apakah batal puasanya?" ujarnya.
Ia menuturkan, berdasarkan mazhab Imam Syafi'i, hal tersebut tidaklah batal.
Karena hubungan suami istri dilakukan malam hari saat tidak melaksanakan puasa.
Meski begitu, keduanya wajib mandi besar dan kemudian melaksanakan salat Subuh.
"Menurut mazhab Imam Syafi'i, puasanya tidak batal."
"Karena terjadinya hubungan seksualitas antara suami istri itu 'kan terjadi pada malam hari sebelum puasa."
"Tidak batal, tapi dia tetap wajib mandi terus melanjutkan dengan salat Subuh," tandas dia.
Hal itu lantas berbeda dengan seseorang melakukan hubungan badan secara sengaja saat masih berpuasa Ramadhan.
Tsalis Muttaqin mengungkapkan, seseorang tersebut harus membayar kafarrah sebagai gantinya.
Yakni bisa dengan cara membebaskan budak perempuan Muslim.
Namun, jika tidak ada, hal itu bisa diganti puasa dua bulan berturut-turut atau memberi makan 60 orang fakir miskin.
"Ketika ada seseorang yang berpuasa Ramadhan, dia melakukan hubungan suami istri, layaknya hubungan suami istri yang dengan hubungan nyata seperti itu, maka dia tidak hanya batal puasanya, dia tidak hanya berdosa, tapi, dia juga wajib membayar kafarrah, membayar tebusan."
"Yaitu nanti setelah bulan Ramadan dia harus memerdekakan budak perempuan muslimah, kalau ada."
"Kalau ndak ada, maka dia harus berpuasa dua bulan berturut-turut untuk menebus dosanya itu."
"Dan kalau dia tidak mampu, maka dia harus memberi makan pada 60 orang fakir miskin, yang satu orangnya itu satu mud."
"Mud itu kalau diukur timbangan, yaitu sekitar enam ons setengah," jelasnya.
Mimpi Basah
Namun bagaimana hukumnya apabila seseorang keluar air mani saat mimpi basah? Apakah puasanya batal?
Mimpi basah tidak membatalkan puasa seseorang, lantaran terjadi di luar kesengajaan manusia.
"Tentang mimpi basah ini, ulama-ulama fikih berpendapat bahwa mimpi basah itu, mimpi itu 'kan diluar kesengajaan manusia."
"Ketika mimpi terjadi diluar kesengajaan manusia, ketika seseorang misalnya setelah Subuh terus siang hari, ketika berpuasa ternyata dia mimpi melakukan sesuatu yang menimbulkan dia keluar spermanya atau air maninya, maka dia tidak batal puasanya," jelas Tsalis Muttaqin.
Namun setelah mengalami mimpi harus mandi besar atau mandi junub.
"Dia tidak batal puasanya, tetapi ketika dia harus mandi besar, dia harus hati-hati betul."
"Jangan sampai ketika mandi besar itu ada air yang bisa masuk ke dalam anggota tubuh, yang itu justru membatalkan puasanya. Itu justru yang terpenting," kata dia.
(TribunAmbon.com/Daryono/Garudea Prabawati)