"Organisasi Syarikat Islam pun membantu mengusir antek-antek Belanda. Penjajah kabur kocar-kacir," lanjutnya.
Kemenangan pun didapatkan sehingga mereka mampu melanjutkan pembangunan.
Pada 1930, tercetuslah nama Masjid Jami Cikini Al Ma'mur yang disepakati bersama para tokoh nasional dan warga setempat.
"Saat itu material bangunannya seadanya saja. Belum kokoh dan luas seperti ini," kata Syahlani.
"Malah dulu sempat hampir roboh bangunan atasnya. Tapi beruntung dengan uang dari jemaah, kami memperbaiki dan membeli material yang lebih bagus," jelas Syahlani.
Desain bangunan masjid tersebut tampak klasik. Tiap sudut sebagai pondasinya menggunakan kayu berkualitas tinggi.
"Kami menggunakan kayu merbau dari Papua dan Kalimantan. Ini sangat kokoh dan tahan lama," ucap dia.
"Kalau kayu sebelumnya itu rapuh dan lapuk dimakan rayap," sambungnya.
Sejak diresmikan dan beropeasi pada 1930, Masjid Jami Cikini Al Ma'mur baru direnovasi empat kali.
Eks Gubernur DKI Jakarta, Soerjadi Soedirdja, pun pernah membantu merenovasi masjid tersebut.
Tepatnya pada 1995, dia membangun tempat ibadah lagi di halaman depan Masjid Jami Cikini Al Ma'mur.
Kini, masjid tersebut mampu menampung 700 jemaah.
"Sebelum ada bangunan di halaman depan, cuma menampung 300-an orang," kata Syahlani.
Lahan yang dahulunya menjadi rawa dan kebon ini ramai dikunjungi umat Muslim untuk beribadah.