Apabila muaranya adalah takwa dari pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan, maka hari raya Idul Fitri dan hari-hari berikutnya idealnya bersenyawa sebagai sikap hidup seorang Muslim, untuk melawan dampak yang ditimbulkan dari Covid-19.
Yaitu dengan cara memberantas kemiskinan melalui amal berbentuk zakat, infaq dan sedekah, melawan perilaku koruptif dan pembasmi ketidakadilan yang terjadi di negeri ini.
Kita semua harus sadar bahwa bangsa ini sedang tertimpa masalah yang sangat serius, bukan hanya masyarakat yang kewalahan, Pemerintah pun nampak gagap dalam melakukan penanganan virus yang mematikan ini.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil Hamd, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah.
Rangkaian amaliyah Ramadhan dan Idul Fitri dalam kondisi pandemik yang masih berlangsung, ternyata virus yang mematikan ini
belum membuat sadar dan insaf dari oknum sebagian pengambil kebijakan negeri ini untuk mengekang hawa nafsunya.
Mereka masih menonjolkan nafsu untuk saling silang pendapat dan saling menyalahkan, mencari panggung politik, prilaku korup dan melanggar protokol kesehatan.
Sadar atau tidak bahwa prilaku-prilaku tersebut dalam situasi dan kondisi negeri sedang dilanda wabah yang mengerikan dan mematikan ini merupakan perilaku di luar perikemanusian.
Pada akhirnya kegagalan melindungi rakyat tidak saja merupakan pengkhianatan atas mandat rakyat, akan tetapi sudah menentang perintah Allah SWT.
Jika dipandang dengan lensa spiritualitas, maka hakikatnya pageblug virus Corona menyadarkan kita bahwa di atas langit masih ada langit.
Prahara Corona menyadarkan kita bahwa di atas kekuasaan manusia yang paling berkuasa masih ada Yang Maha Kuasa yaitu Allah sebagai Tuhan Pemilik Alam Semesta.
Malapetaka global Covid-19 membuktikan bahwa tidak ada manusia termasuk manusia dan negara yang dianggap paling berkuasa sekalipun di dunia ini yang mampu menanggulangi wabah penyakit menular yang merajalela ke seluruh pelosok planet bumi.
Tidak ada negara dan penguasa mampu secara mandiri menghadapi angkara murka virus Corona dengan ukuran ragawi sangat kecil namun memiliki daya-binasa sangat dahsyat.
Menyadari betapa nihil kemampuan diri kita sendiri yang dijamin mustahil mampu menghadapi, apalagi menanggulangi pageblug wabah virus Corona, maka tidak wajar kita angkuh atau sombong dengan harta, pangkat dan tahta yang kita miliki.
Sama sekali tiada alasan bagi kita untuk berani takabur adigang-adigung.
Setiap saat diri kita bisa saja tertular virus ini, maka harus menyadarkan kita untuk senantiasa mawas diri, menyadarkan kita untuk lebih berupaya menaklukkan bukan orang lain, namun diri sendiri (jihad al-náfs).
Coba kita baca hadis berikut ini:
أفضلُ الْمُؤْمِنينَ إسْلاماً مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسانِهِ وَيَدِه وأفْضَلُ المُؤْمِنينَ إيمَاناً أحْسَنُهُمْ خُلُقاً وأفْضَلُ المُهاجِرِينَ مَنْ هَجَرَ مَا نَهى اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ وأفضلُ الجهادِ منْ جاهَدَ نَفْسَهُ فِي ذاتِ اللَّهِ عزّ وجَل
Artinya: "Mukmin yang paling utama keislamannya adalah umat Islam yang selamat dari keburukan lisan dan tangannya. Mukmin paling utama keimanannya adalah yang paling baik perilakunya. Muhajirin paling utama adalah orang yang meninggalkan larangan Allah. Jihad paling utama adalah jihad melawan nafsu sendiri karena Allah.
(Hadis ini diriwayatkan dalam Musnad Ahmad, Sunan al-Tirmidzi, Sunan Abi dawud, dan Shahih Ibn Hibban).
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil Hamd, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah.
Meningkatkan kualitas ibadah dan dekat kepada Allah, di bulan Ramadhan membuat hati kita menjadi tenang dan tenteram.
Ketika seorang hamba merasa hatinya sedang merasa kesulitan, kegundahan, sedang tertimpa musibah berupa sakit atau bencana pandemi Corona.
Maka sudah sepatutnya mendekatkan diri kepada Allah, merayu kepada-Nya untuk meminta pertolongan dengan senantiasa memperbanyak berdoa dan berdzikir.
Allah pasti mendengar munajat hamba-Nya, Dia akan melihat bagaimana kita melaksanakan kewajiban sebagai hamba-Nya yang senantiasa menyembah, dan mengingat-Nya selalu.
Dalam masa pandemik salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah SWT yaitu menjaga kebersihan diri (kefitarhan) dan
lingkungan sangat diperlukan, meskipun sudah berakhir masa pandemi ini nanti.
Kita dilatih untuk senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Virus ini menuntut kita untuk lebih sering mencuci tangan menggunakan air bersih dan mengalir, juga kita tak lupa untuk selalu membersihkan lingkungan sekitar kita agar tetap terjaga kesterilannya.
Jauh sebelum Pemerintah menganjurkan cuci tangan pun, syariat Islam sudah memerintahkan untuk rajin mencuci tangan terutama sebelum memegang sesuatu, sebelum makan, sebelum melakukan aktivitas dan lain-lain.
Islam telah mengajarkan kita untuk bersuci melalui ibadah thaharah dengan cara berwudhu dan menjaga wudhu sebelum shalat, sebelum tidur, maupun menjalankan aktivitas lainnya.
Idul Fitri mengingatkan kepada kita untuk selalu menjaga kesucian dan kebersihan.
Bukankah berwudhu bertujuan untuk menyucikan diri dan jiwa, manfaat yang sangat besar bagi kesehatan, sebagai alat pelindung diri seperti masker untuk menjaga kesehatan dan mencegah berbagai macam penyakit.
Penelitian membuktikan bahwa menjaga kebersihan adalah salah satu tindakan preventif yang efektif untuk menangkal berbagai virus, kuman, dan bakteri yang membahayakan tubuh kita.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil Hamd, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah.
Selanjunta bahwa dampak langsung dari pandemik Corona banyak orang-orang yang tidak bisa mencari nafkah untuk biaya hidup sehari-hari.
Bagi orang-orang yang mampu sudah seharusnya memberikan bantuan berupa sembako atau uang kepada mereka sebagai bentuk solidaritas kita kepada antar sesama.
Momentum Idul Fitri adalah merupakan waktu yang tepat bagi untuk menyalurkan zakat, infaq dan sedekah bagi mereka yang mengalami kesulitan ekonomi.
Ditutupnya beberapa lapangan pekerjaan akibat adanya wabah virus Corona ini, membuat sebagian masyarakat terutama buruh, pedagang menjadi resah.
Secara otomatis tentu banyak orang resah dan panik akan kelanjutan hidupnya nanti di tengah pandemik Covid-19.
Maka sudah seharusnya sikap kita sebagai umat Islam, khususnya diberikan kelebihan rezki oleh Allah SWT, untuk meringankan beban mereka, dengan berinfaq dan bersedekah bahkan dengan apapun kepada mereka yang terkena dampak Covid- 19 secara langsung.
Karena Islam, telah mengajarkan bagaimana meringankan tangan untuk membantu fakir-miskin dan masyarakat yang lain, rasa empati kita itu akan mendapatkan ganjaran yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Allah berfirman dalam surah Ali Imran ayat 92:
لَنۡ تَنَالُوا الۡبِرَّ حَتّٰى تُنۡفِقُوۡا مِمَّا تُحِبُّوۡنَ ؕ وَمَا تُنۡفِقُوۡا مِنۡ شَىۡءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيۡمٌ
Artinya: "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan (sebagian harta) yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya."
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil Hamd, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah.
Menumbuhkan rasa syukur kepada Allah tidak harus ketika dalam keadaan lapang dan berkecukupan, akan tetapi dalam keadaan susah kita pun harus senantiasa selalu bersyukur atas segala karunia dan nikmat-Nya.
Sebab, syukur akan kita rasakan manakala kecintaan kita kepada Allah dan merasa cukup atas segala nikmat-Nya sudah tertanam di dalam hati kita yaitu dengan selalu melihat ke bawah dan melihat kepada orang yang lebih susah daripada kita.
Menyalurkan sebagian rezki yang kita kita miliki di saat Idul Fitri dengan kondisi pandemik, bertujuan agar silaturahmi semakin kuat karena silaturahmi memiliki keutamaan dan banyak manfaat baik untuk diri kita sendiri maupun orang lain mengingat kita adalah makhluk sosial.
Maka, menjaga silaturahmi menjadi penting dalam kondisi seperti ini.
Makna Idul Fitri tidak berkurang secara substansial, meski masyarakat Indonesia tak bisa menjalankan tradisi silaturahmi dan mudik.
Kita tidak bisa lakukan itu karena ada bahaya di sekeliling kita.
Oleh karena itu mungkin kita tidak mudik, namun kita bersilaturahmi lewat online atau virtual.
Kita masih dapat tetap terhubung satu sama lain dengan memanfaat kecanggihan teknologi dan informasi seperi sosial media.
Makna tidak berubah, cuma kesemarakan atau bahasa agamanya, syiarnya saja yang berkurang.
Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah SAW juga menjelaskan yang dimaksud silaturahmi ialah:
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
Artinya: "Silaturahmi bukanlah yang saling membalas kebaikan. Tetapi seorang yang berusaha menjalin hubungan baik meski lingkungan terdekat (relatives) merusak hubungan persaudaraan dengan dirinya."
Meskipun demikian jika masih ingin menjalin silaturahmi secara langsung, menjaga diri tidak melakukan kontak langsung dan senantiasa menjaga jarak, hal bukan berarti memutuskan silaturahmi.
Dengan adanya wabah virus Corona ini kita dilarang untuk melakukan kontak fisik baik itu salaman dan sebagainya.
Bahkan Pemerintah menganjurkan untuk menjaga jarak sejauh 1 meter.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil Hamd, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah.
Semoga momentum Idul Fitri yang masih dalam suasana pandemi Corona-19, bisa kita manfaatkan dengan baik, dengan mempersiapkan secara lahir dan batin untuk beribadah 11 bulan yang akan datang, memupuk silaturrahmi.
Dan jangan sampai lupa, kesehatannya dijaga dan berdoa semoga segala dosa diampuni dan kesalahan dimaafkan, dengan begitu berbahagialah bersama keluarga, karena sudah suci lahir dan batin.
Sebagai akhir dari tujuan puasa Ramadhan adalah taqwa yang sesungguhnya meningkatkan kapasitas diri yang telah dibina selama bulan Ramadhan kepada Allah SWT.
Pasca-Idul Fitri seharusnya ritmenya sama bahkan lebih meningkat, itu harus kita persiapkan sebagai bekal kita kelak jika dipanggil menghadap-Nya, bekal iman, ilmu dan amal shaleh yang senantiasa terjaga dan terpelihara.
Oleh karena itu, bersemangatlah untuk mengamalkannya.
Demikianlah uraian hikmah yang dapat diambil dari adanya wabah Covid-19 korelasinya dengan amaliyah Ramadhan dan Idul Fitri.
Tentunya masih banyak sekali hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya.
Semoga kita bisa menerapkan dan sadar akan pentingnya mengambil hikmah dari musibah yang sedang menimpa kita semua.
Pada puncaknya, kelak saat kita akan menghadap Allah sang Pencipta, kita akan meninggalkan dunia ini dengan husnul khatimah.
Semoga Allah senantiasa memberikan bimbingan, taufiq, hidayah serta inayah-Nya supaya kita dan keluarga kita selalu menjadi orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Demikian khutbah singkat ini semoga bermanfaat untuk kita semua.
Mari kita akhir sesi khutbah ini dengan berdoa kepada Allah SWT.
Khutbah II
Ya Allah saat-saat yang syahdu ini, kami segenap berkumpul, bersimpuh di tempat yang suci yang penuh rakhmat, menyebut nama-Mu yang agung, berzikir, bermunajat dengan takbir, tahmid, dan tahlil.
Ya Allah, bersihkan hati dan jiwa ini dari hasad dan dengki, persatukan jiwa-jiwa ini dalam cinta karena-Mu dan dalam ketaatan kepada-Mu.
Ya Rabb, karuniakan kami jasad yang terpelihara dari maksiat, terpelihara dari harta haram, makanan haram, perbuatan haram.
Izinkan jasad ini pulang kelak, jasad yang bersih.
Ya Rabb, bukakan pintu hati kami agar selalu sadar bahwa hidup ini hanya mampir sejenak, hanya Engkau tahu kapan ajal menjemput kami, jadikan sisa umur menjadi jalan kebaikan bagi ibu bapak kami, jadikan kami menjadi anak yang shaleh yang dapat memuliakan ibu bapak kami.
Adapun naskah selengkapnya, dapat Anda lihat lewat tautan ini.
(Tribunnews.com/Sri Juliati)
Berita lain terkait Lebaran 2021