Saat itu, tugas Tubagus Atif juga membantu warga Tangsel memerangi Belanda yang masih menjajah Nusantara.
"Maka diutuslah Tubagus Afif bin Sultan Ageng Tirtayasa sebagai panglima perang Kesultanan Banten untuk, satu, menyebarkan agama islam sesuai amanat leluhur Syarif Hidayatullah. Kedua memerangi Belanda, membantu masyarakat," papar Sos Rendra.
Sejarah Tajug
Pada misi penyebaran Islamnya, Tubagus Atif membangun musala atau Tajug, dan sebuah masjid bernama Al-Ikhlas.
Posisi tajug berada di antara sawah dan Kali Jaletreng. Hal itu bertujuan agar warga mudah beribadah usai bekerja.
Ukurannya tidak terlalu besar, sekira 10x10 meter. Bentuknya dulu seperti surau pada umumnya, berkakikan seperti rumah panggung, sederhana.
Namun tajug kini sudah mengalami beberapa kali renovasi, sehingga tampilannya lebih modern, dan mirip musala pada umumnya di era sekarang ini.
Bertembok bata, beratap genting.
"Jadi di buat tajug diantara sawah dan kali. Supaya kalau ibadah dekat, turun," ujar Sos Rendra.
Namun, duka menyerang Tubagus Atif kala, adik tercintanya Ratu Ayu meninggal dunia.
Saking sayangnya, Tubagus Atif memakamkan adiknya itu di dalam Tajug.
"Saking cintanya kepada sang Adik, bapaknya lagi perang, adiknya meninggal di bawa ke sini. Dimakamkan di dalam Keramat Tajug itu namanya," ujarnya.
Pada tahun 1721, Tubagus Atif menyusul adiknya dan dimakamkan persis di sebelahnya.
"Kemudian dia pesan juga ke anak istri, kalau sudah tidak ada umur makamkan juga saya di makam tajug itu," ujarnya.