TRIBUNNEWS.COM - Banyak orang berlomba-lomba untuk meraih malam kemuliaan lailatul qadar.
Beragam ibadah dilakukan, mulai dari beritikaf, membaca al quran, memperbanyak sholat sunnah hingga berdzikir.
Bulan Ramadhan menjadi bulan yang mulia karena adanya peristiwa turunnya Al-Quran, yang disebut malam qadar atau Lailatul Qadar.
Dalam buku Panduan Ramadhan terbitan Pustaka Muslim dijelaskan, dalam berbagai riwayat hadist, Lailatul Qadar disebutkan terjadi di 10 hari terakhir di bulan Ramadhan.
Umat muslim dianjurkan untuk menghidupkan malam qadar dengan memperbanyak ibadah.
Dalam sebuah riwayat, Aisyah menceritakan Rasulullah sangat bersungguh-sungguh pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan, melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.
“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174).
Yang dimaksudkan dengan menghidupkan Lailatul Qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan ibadah dan tidak mesti seluruh malam.
Baca juga: Sama-sama Tentang Turunnya Al-Quran, Ini Beda Nuzulul Quran dengan Lailatul Qadar
Baca juga: Tata Cara dan Adab Itikaf, Berikut Keutamaan Melakukan Itikaf
Namun, untuk seorang wanita yang sedang mengalami haid, bagaimana cara menghidupkan malam Lailatul Qadarnya?
Wanita yang sedang haid, nifas, dan musafir tetap bisa menghidupkan malam qadar.
Namun karena wanita haidh dan nifas tidak boleh melaksanakan shalat ketika kondisi seperti itu, maka dia boleh melakukan amalan ketaatan lainnya.
Wakil Sekretaris Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Miftahulhaq, M.S.I mengatakan, seseorang yang tidak berpuasa karena kondisi yang dibolehkan oleh syariat tetap mendapatkan hak yang sama untuk bisa menghidupkan malam qadar.
Wanita yang haidh dapat membaca Al Qur’an tanpa menyentuh mushaf, selain itu juga bisa memperbanyak dzikir, memperbanyak istigfar dan mengucap doa.
"Orang-orang yang tidak berpuasa karena memang kondisi yang dibolehkan oleh syariat dia mendapatkan hak yang sama, selama dalam aktivitas kesehariannya dia tetap terus mendekatkan diri kepada Allah," kata Miftah saat berbincang di acara Oase Tribunnews.com.