Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Suara adzan terdengar dari sebuah bangunan di jajaran ruko di Jalan Lautze, Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Siapa sangka, bangunan yang identik bergaya klenteng itu merupakan sebuah masjid.
Hal ini karena tidak terlihat tanda-tanda yang menunjukan seperti masjid pada umumnya.
Bangunannya ada ornamen-ornamen khas warga Tionghoa.
Baca juga: Minta Prokes Dijaga, Wapres Maruf Amin: Salat Id Boleh di Masjid atau Lapangan
Baca juga: Kemenag Kembali Buka Seleksi Imam Masjid di Uni Emirat Arab, Ini Syaratnya
Dari depan Masjid, terliat dua pintu besar berwarna merah dengan ornamen berwarna kuning yang menghiasi.
Imam Masjid Lautze, Naga Qiu menyebut masjid ini didirikan, H. Yunus Yahya, seorang tokoh china beragama muslim di bawah Yayasan Karim Oei pada 1991.
"Kalau Masjid Lautze ini didirikan oleh Pak haji Yunus Yahya beliau adalah seorang tokoh pembauran ini beliau almarhum pernah menjadi anggota dewan pertimbangan agung di masa presiden Soeharto," kata pria yang akrab disapa Ustaz Naga kepada Tribunnews.com.
Saat itu, Yunus melihat adanya tembok besar di antara pribumi dan non-pribumi.
Atas dasar itu, yayasan tersebut didirikan dengan mengambil nama tokoh china muslim, H. Abdul Karim Oei.
"Metode yang dipakai pak Yunus Yahya itu adalah dengan cara asimilasi, jadi dengan harapan adanya masjid ini orang chinese bisa kenal islam, dan bisa masuk islam," ucapnya.
Tahun 1997, lanjut Naga, masjid ini mulai melakukan pengislaman bagi pemeluk agama lain, khususnya etnis Tionghoa yang mau mendalami agama islam.
"Kalau secara pastinya kurang tahu, tapi sudah sampai ribuan (orang mualaf) kurang lebih, kalau kita hitung dari 1997 sampai sekarang, kalau kita itung rata-rata satu minggu satu saja, kan sudah banyak," katanya.
Ketika memasuki rumah ibadah itu, maka kita akan disajikan dengan hamparan karpet berwarna hijau dengan aksen kuning.