TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari Raya Idul Fitri tahun 2023 ini berpotensi dilaksanakan pada hari yang berbeda antara Pemerintah dengan Muhammadiyah.
Menyikapi perbedaan tersebut, Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin meminta masyarakat untuk saling toleransi.
"Maka yang ditempuh adalah adanya sikap bisa toleransi antara dua kelompok ini untuk masing-masing ya lebaran dengan masing masing keyakinannya, dengan hitungannya. Jadi bahasa Jawanya legowo lah," ujar Ma'ruf di Masjid Agung Baiturrahman, Limboto, Kel. Kayubulan, Kabupaten Gorontalo, Jumat (14/4/2023).
Perbedaan tersebut, kata Ma'ruf, sudah terjadi bertahun-tahun, namun masyarakat tetap rukun.
Konflik yang terjadi di tengah masyarakat akibat perbedaan ini, menurut Ma'ruf, hanya terjadi sedikit saja.
"Itu sudah kita lakukan bertahun-tahun, dulu memang ada konflik sedikit. Tentang metode ini ribut, tapi belakangan tidak. Karena kita terus bersosialisasi juga sih sekarang rukun-rukun saja," jelas Ma'ruf.
Hingga kini, Pemerintah bersama ormas Islam masih terus mencari metode yang dapat mempersatukan waktu Hari Raya Idul Fitri.
"Sambil terus mencari metode untuk bisa mempertemukan dua metode ini Inkanur Rukyah dan Wujudul Hilal," pungkas Ma'ruf.
Baca juga: Idul Fitri 2023 Berapa Hari Lagi? Cek Jadwalnya Versi Pemerintah, Muhammadiyah dan NU
Seperti diketahui, Pemerintah bersama beberapa ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama dan lainnya menggunakan metode Imkanur Rukyah dalam menentukan Hari Raya Idul Fitri.
Sementara PP Muhammadiyah menggunakan metode Wujudul Hilal dalam menentukan 1 Syawal.