Laporan Wartawan Tribun Batam, Afrizal
TRIBUNNEWS.COM, BATAM - Setelah permohonan penangguhan penahanan dikabulkan Polda Kepri, Sabtu (30/7/2011), Nurdin Harahap dan Suprianto, dua dari tujuh orang yang disangka terlibat dalam pembunuhan Putri Mega Umboh (25), menceritakan intimidasi dan penganiayaan yang mereka alami selama di tahan di Polda Kepri.
"Selama tiga hari kami tidak henti-hentinya disiksa, dipukul, diinjak-injak oleh penyidik perpakaian preman. Bahkan saya sampai beberapa kali pingsan lantaran disiksa. Saya rasa, saya sudah mati saat itu," tutur Nurdin kepada Tribunnewsbatam.com (Tribunnews.com Network), Minggu (31/7/2011).
"Pingsan pertama, saya masih ingat, waktu itu saya dalam kondisi telungkup dengan tangan di ikat dan disiksa beberapa orang penyidik. Punggung saya dipukuli pakai ikat pinggang dan pentunggan. Karena tidak tahan lagi, akhirnya saya pingsan. Begitu sadar, saya sudah berada di dalam sel," lanjut Nurdin
Nurdin mengatakan, penyiksaan yang ia alami bersama empat rekannya sesama sekuriti Angrek Mas 3, dari pertama masuk Polda Kepri, terjadi mulai Senin (27/6/2011) silam.
Hari pertama hingga hari ketiga mereka disiksa secara fisik agar mengakui keterlibatannya membunuh istri AKPB Mindo Tampubolon tersebut.
Nurdin bersama rekan-rekannya di siksa secara terpisah oleh penyidik Polda Kepri siang dan malam.
"Bahkan selama satu minggu tangan saya ini diikat. Satu minggu itu kami tidak bisa makan. Kalau makan sih dikasih. Tapi bagaimana mau makan, mulut saya ini tidak bisa dibuka kerena sakit habis dipukul dan dinjak-injak selama tiga hari itu," cerita Nurdin.
Satu bulan berada di sel Polda Kepri, terang Nurdin, ia dan rekannya ditempatkan di dalam sel yang terpisah-pisah. Bahkan selama ditahan, ia tidak pernah dipertemukan dengan Ros dan Ujang, tersangka utama pembunuh Putri. Selain itu para tersangka juga tidak mandi selama seminggu.
"Kami benar-benar dipaksa mengakui melakukan pembunuhan itu. Bahkan saat kami dibawa melakukan rekontruksi, kami dipaksa melakukan adegan melakukan pemerkosaan. Saya benar-benar tidak mau saat itu, karena merasa tidak pernah melakukan perbuatan bejat itu," beber Nurdin.
"Saya sendiri tetap bertahan tidak mengakui melakukan pembunuhan, tapi teman-teman saya sudah tidak kuat lagi. Bahkan Pak Sahrul yang sudah tua itu juga dipaksa. Pak Sahrul setiap dipukul selalu menangis sejadi-jadinya, karena tidak tahan dipukuli."
Nurdin menambahkan, saat penyidikan pertama dan kedua, kondisinya saat itu sedang tidak normal. Setiap kali penyidik yang berada di depannya bertanya, dua penyidik yang berada di belakangnya bergantian memukul perut dan menampar kedua telinganya.
"Selama tiga hari pertama itu, mungkin ada 200 kali kami dipukul dengan tangan, pentungan, dan ikat pinggang. Sudah tidak ada rasanya lagi badan saya ini dipukul, karena sudah terlalu banyak kena pukul."
"Kata hati saya mengatakan saat itu, mungkin saya akan mati. Tapi saya selalu berdoa minta pada Tuhan. Sudah lebih dari binatang kami diperlakukan di Polda. Kita saja sama binatang tidak sampai hati menyiksa separah apa yang dilakukan penyidik Polda ke kami," beber Nurdin seraya memperlihatkan bekas-bekas luka yang masih terlihat jelas di punggungnya.