TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Krisis BBM yang menyulut kerusuhan di Barong Tongkok, Kutai Barat, Kalimantan Timur mengakibatkan amarah massa, sekitar 400 kios pasar, rumah warga serta mess karyarwan SPBU dibakar massa, Minggu (25/11/2012) dinihari.
Pertamina pun langsung menghentikan kebijakan pengendalian pasokan BBM bersubsidi yang memantik krisis BBM di daerah-daerah.
Kerawanan sosial yang mengganggu kepentingan nasional menjadi alasan Pertamina menghentikan pengendalian pasokan BBM bersubsidi. Kebijakan pemerintah ini ditujukan mencegah jebolnya kuota BBM hingga akhir tahun, sebagaimana disepakati pemerintah dan DPR dalam APBN-P 2012.
"Memperhatikan perkembangan situasi sosial di daerah-daerah pascakebijakan tersebut, dan mempertimbangkan kepentingan nasional lebih besar, kami memutuskan menyetop kebijakan pengendalian pasokan BBM yang berjalan sepekan ini, terhitung mulai 25 November 2012. Selanjutnya, kami menunggu arahan dari pemerintah," kata VP Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir di Jakarta, Minggu (25/11/2012).
Menurut Ali, keputusan ini diambil mengingat kebijakan pembatasan distribusi BBM bersubsidi berdampak pada banyaknya antrean BBM di berbagai daerah. Akibat krisis BBM di SPBU-SPBU, kerusuhan meletus di Baring Tongkok.
Pemicunya adalah karyawan SPBU Kelurahan Simpang Raya, Barong Tongkok, SP yang emosional ketika tak bisa melayani pembeli bensin, 23 November 2012 lalu. Aming, warga setempat yang tak mendapatkan premium atas dalih BBM habis, mempertanyakan alasan SPBU lancar melayani BBM untuk mobil-mobil.
Karyawan SPBU milik Agen Premium Minyak dan Solar (APMS) CV Benuaq Indah Maju itu naik pitam, hingga memukul dan mengeroyok Aming bersama rekan-rekannya. Merasa diperlakukan semena-mena, Aming mengadukan ke kerabat dan warga di kampungnya.
Amarah massa pun meledak. Massa yang mencapai ratusan orang, mendatangi SPBU dan mencari SP dkk. Gagal menemukan SP dkk, massa yang membawa senjata tajam mengamuk. Kendati sekitar 800 personel aparat gabungan Polri-TNI dikerahkan, Pasar Barong Tongkok, rumah warga dan mess karyawan SPBU tak bisa diselamatkan dari kobaran api hingga rata tanah. Kerusuhan makin rumit, manakala beredar isu SARA, sehingga menyebabkan warga Bugis mengungsi.
Pertamina pun kemudian membuat keputusan mendadak. Menganulir pengendalian pasokan BBM yang berjalan sepekan, dan menyalurkan BBM bersubsidi sesuai kebutuhan masyarakat.
"Kemarin kita uji coba, kita distribusi sesuai kuota. Jadi, kalau jatahnya sudah habis pada hari itu, ya kita tidak tambah. Tapi antreannya terjadi di mana-mana, dengan mempertimbangkan potensi kerawanan kita putuskan penuhi sesuai kebutuhan masyarakat," kilah Ali Mundakir.
Keputusan itu berlaku setelah Pertamina dan BPH Migas melakukan evaluasi penerapan kebijakan pengendalian pasokan BBM bersubsidi.
"Nanti kita report lagi ke BPH, kita tunggu lagi keputusannya," kata Ali.
Pertamina menerapkan pengkitiran BBM bersubsidi sesuai amanat pemerintah melalui surat Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) tertanggal 7 November 2012 tentang Pengendalian Distribusi Sisa Kuota BBM Bersubsidi 2012.
Yaitu, pengendalian distribusi BBM bersubsidi sesuai sisa kuota dibagi jumlah hari tersisa hingga akhir tahun. Pengkitiran tersebut ditujukan menjaga agar kuota yang telah ditetapkan pemerintah dan DPR dalam APBN-P 2012 sebesar 44,04 juta kiloliter, tidak terlampaui.
Normalisasi pendistribusian BBM tak lepas dari merebaknya keresahan di kalangan masyarakat konsumen BBM bersubsidi di berbagai daerah.
"Pertamina mengupayakan seoptimal mungkin menjaga pendistribusian BBM bersubsidi tepat sasaran dan bekerjasama dengan aparat untuk memastikan penyaluran berjalan lancar," kata Ali.
Kendati demikian, Ali mengimbau masyarakat untuk berhemat BBM, dan makin memanfaatkan BBM nonsubsidi.
"Kami melihat, sebenarnya kesadaran masyarakat menggunakan BBM nonsubsidi mulai menggembirakan dalam enam bulan terakhir," tuturnya.
Kendati Pertamina menganulir kebijakan pemicu krisis BBM, wilayah Barong Tongkok belum segera pulih. Hingga kemarin petang, suasana masih mencekam.