Laporan Wartawan Tribun Timur, Rudhy
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR -- Dengan peniadaan ataupun pembatalan debat kandidat calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel sesi ke 2 pada 18 Januari lalu. Menjadi perdebatan hangat di kalangan akademisi lintas kampus yang tergabung dalam forum dosen se Sulsel.
Bahkan 20 kalangan akademisi dari berbagai latar belakang keilmuan yang hadir dalam diskusi bersama cagub Sulsel Syahrul Yasin Limpo di Makassar Golden Hotel (MGH), Minggu (20/1/2013) malam, ramai-ramai menyoroti kinerja pihak penyelenggara pemilu atau KPU yang dituding tidak profesional dan netral.
"Kami sangat menyayangkan atas ditiadakannya debat kandidat sesi 2 yang dilakukan oleh KPU. Ternyata bukan rakyat yang tidak siap berdemokrasi tetapi ternyata justru KPU lah yang tidak siap berdemokrasi. Hal ini sangat memalukan karena selama proses pilkada di Indonesia baru kali ini ada pembatalan dan itu terjadi di Sulsel," tegas akademisi dari UVRI dr Saifuddin Al Mukni, Senin (21/1/2013)
Bukan hanya Saifuddin Al Mukni yang kecewa atas sikap KPU yang dinilai tidak netral lagi. Melainkan dosen politik Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Arqam Azikin juga ikut mengkritisi ketidak netralitas penyelenggara pemilu.
Dia mengatakan, demokrasi di Sulsel sudah terciderai dengan sikap KPU yang menghilangkan salah satu agenda pilkada yakni debat kandidat.
"Dalam artian memang KPU tidak lagi clear bahkan tidak bisa menunjukkan sikap ke profesionalannya. Masa KPU yang justru meniadakan debat kandidat. Dan sikap yang dipertontonkan KPU itu sudah sangat memalukan masyarakat Sulsel," ujar Arqam diamini sejumlah akademisi lainnya seperti Prof dr Idrus Taba yang turut menyampaikan aspirasinya dalam diskusi tersebut.
Namun dengan ditiadakannya debat kandidat sesi 2, Saifuddin meminta kepada calon gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, kiranya dapat melakukan upaya upaya reformasi di tubuh KPU, karena jangan sampai justru KPU yang tidak independent.
"Jika terpilih nantinya Pak Gub 22 Januari mendatang, salah satu harapan kami adalah segera mereformasi tubuh KPU," pintanya.
Bahkan kritikan keras atas ketidak netralan pihak KPU Sulsel disampaikan oleh Direktur Pasca Sarjana Universitas 45, Marwan Mas.
Di hadapan akademisi lainnya, Marwan meminta kepada seluruh elemen masyarakat dan lembaga lainnya untuk segera mengadili pihak KPU Sulsel kemana penggunaan anggaran debat kandidat yang mencapai Rp 500 juta tersebut.
"Dana itu kan digunakan untuk debat kandidat, dan hal itu harus dipertanayakan kemana penggunaannya karena debat kandidat juga ditiadakan. Ini bisa saja merupakan tindak pidana korupsi kewenangan," kata Marwan meminta agar lembaga legislatif juga ikut menyeroti penggunaan anggaran tersebut karena anggaran pilkada di sahkan di gedung kerakyatan.
Selain masyarakat Sulsel yang dipermalukan, Syahrul selaku incumbent juga sangat dirugikan dengan sikap KPU yang menghilangkan salah satu item proses pilkada.
"Jujur saja, saya dangat dirugikan dengan hal itu. Bahkan poin saya hilang sampai 6," kata Syahrul.