News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ekspedisi Bali Brunei 2013

Berlayar dengan Jukung Bugis Made in Bali

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

BALI - BRUNEI: Foto Efendi Soleman, seorang pria berumur 62 tahun pada 28 April berlayar seorang diri menggunakan perahu tradisional Bali, atau yang akrab disebut Jukung Bali. Dia napak tilas 25 tahun jukung tunggal dari Bali hingga Brunei Darusalam, menempuh jarak kurang lebih 2.500 kilometer.

TRIBUNNEWS.COM, BULELENG - Abdul Rajab (60 tahun) adalah generasi ketiga orang Bugis yang tinggal di Desa Sangsit, Buleleng, Bali. Ia mengaku tidak pernah tahu dari kota mana kakeknya berasal, selain itu ia juga sama sekali tidak paham bahasa yang digunakan suku Bugis.

Namun demikian Abdul mengaku mahir melaut dan membuat perahu seperti umumnya orang Bugis, turun-temurun dari kakek ke ayah.

Ditemui Tribunnews.com di Desa Sangsit, Abdul mengaku sudah diajak melaut dan membuat perahu sejak ia remaja. Perahu yang ia buat berupa sampan Model Sopetan khas suku Bugis. Namun demikian karena di Bali perahu semacam itu disebut Jukung, perahu yang ia buat disebut Jukung model Sopetan.

Perahu seperti itulah yang umum ditemui di sekitar perairan Sangsit hingga perairan Lovina.

Jukung model Sopetan terbuat dari pohon yang dikeruk hingga menyerupai bentuk dasar perahu. Dari bentuk dasar itu ditambahkan lagi kayu pada bagian atasnya untuk memberi jarak dari muka air.

Pada sisi depan bagian atas perahu dibentuk meruncing, dan di bagian bawahnya juga dibentuk meruncing menyerupai ujung tombak, dengan bagian yang menyerupai kail di sisi atas bagian perahu yang menyerupai ujung tombak itu. Menurut Abdul, bentuk tersebut khas Bugis, dan ia menolak bentuk tersebut dianggap menyerupai bentuk kepala ikan Penumbuk (Marlin) yang khas terdapat di perahu Jukung Bali.

Perahu itu dipasang dua buah tiang yang dihubungkan oleh sebuah kayu untuk pegangan para awak yang disebut Andang. Di dua tiang itu tempat layar tunggal akan terbentang untuk menangkap angin. Perahu ala Bugis made in Bali inilah yang akan dipakau Fendy mengarungi samudera, lebih-kurang 2.500 kilometer dari Bali ke Brunei.

Pada setiap sisi perahu terdapat cadik atau katir yang terbuat dari bambu berukuran besar. Cadik, kayu yang didesain di kiri dan kanan sampan sekaligus sebangai penopang, antiombak. Itu terhubung dengan bagian utama perahu melalui sebuah kayu melengkung yang disebut sebagai Tangan Katir.

Semua bagian katir itu direkatkan dengan senar pancing dan tali tambang yang diikat kuat-kuat. Bahan utama pembuat Jukung umumnya adalah kayu Belalu (Albesia).

Kata Abdul belakangan kayu di Bali merupakan suatu hal yang sulit di dapat karena pemerintah sangat melindungi kelestarian hutan, oleh karena itu sebagian besar kayu untuk membuat Jukung didatangkan dari luar Bali.

"Kecuali Bambu untuk Katir, sebagian besar bahan-bahan didatangkan dari luar Bali, kita banyak Beli kayu asal pulau Jawa," kata Dia.

Jukung di Desa Sangsit umumnya berwarna putih, dengan bagian bawah perahu dan Tangan Katir berwarna hijau. Menurut putra ketiga Abdul, Awaludin (30) pemilihan warna tidaklah sembarangan. Warna putih dipilih karena umumnya nelayan menggemari hal itu. Kata dia saat bulan purnama perahu akan lebih jelas terlihat jika warnanya dominan putih.

Sedangkan warna hijau di bagian bawah perahu adalah bagian yang terendam air, warna itu kata Awal dapat menyamarkan kotoran yang menempel di perahu.

Kata Awal, untuk membuat perahu dibutuhkan waktu setidaknya tiga bulan. Mulai dari mengeringkan kayu gelondongan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari, dan sisanya dua bulan untuk mengolah kayu tersebut. Mulai dari mengeruk kayu hingga mewarnainya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini