TRIBUNNEWS.COM, BULELENG - Kisah nostalgia seperempat abad silam menggoda Effendy Soleman. Pria 62 tahun ini melakukan ekspedisi pelayaran solo atau sendirian menggunakan kapal layar tradisonal Jukung Bali, menempuh perjalanan dari Bali, menyusuri pantai utara Pulau Jawa, Kepulauan Seribu Jakarta, pantai Bangka Belitung kemudian Kalimantan Barat dan finish di negara tetangga, Brunei Darussalam dalam waktu dua bulan.
Pelayaran seorang diri ini bertajuk Ekspedisi Jukung Lintas Nusa Bali - Brunei 2013. Effendy Soleman, start dari Singaraja, Bali, pada 28 April, menempuh jarak kurang lebih 2.500 kilometer dan dijadwalkan berlabuh di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, 20 Juni mendatang.
Pada etape pertama perjalanan Effendy yang biasa disapa Fendi memulai pelayarannya dari desa Sangsit, Buleleng, Bali, hingga di pantai Ancol, Jakarta melewati sisi utara pulau Jawa. Pelayaran tersebut diperkirakan butuh waktu sekitar 15 hari.
Tempat yang disinggahi di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat hingga Jakarta antara lain, Teluk Celukan Trima, Panarukan, Ketapang, Tanjung Perak, Tuban, Rembang, Jepara, Pekalongan, Brebes, Cirebon dan Indramayu.
Sedangkan etape berikutnya, dijadwalkan dimulai pada 20 Mei. Pelayaran dari Jakarta menyisiri perairan Kepulauan seribu menuju Bangka Belitung di sisi Timur pulau Sumatera, melintasi sisi Selatan Pulau Kalimantan, hingga tiba di Brunei Darussalam.
Fendy kepada Tribunnews.com yang turut serta mengikuti perjalanan ekspedini ini di Desa Sangsit, Singaraja, mengatakan, ia tidak memiliki persiapan khusus untuk melakukan pelayaran tersebut. Walau begitu, ia merasa yakin mengulang kisah sukses ekspedisi 25 tahun lalu ketika ia pernah melakukan pelayaran dengan perahu layar bercadik dari Jakarta hingga Brunei Darusalam.
"Tapi insya Allah, badan saya masih sehat karena makan saya selalu dijaga dan olahraga saya teratur," kata Fendy.
Perahu yang digunakan adalah perahu dari kayu Johar sepanjang 7,7 meter, lebar perahu 55 sentimeter. Tiap sisi dipasangi cadik atau pelampung penyangga yang berjarak sekitar 2 meter dari sisi kiri dan sisi kanan perahu.
Perahu menggunakan layar tunggal berbahan parasut. Layar itu lah yang akan membantu perahu bernama "Super Jukung Lintas Nusantara" itu untuk mengarungi lautan. Namun demikian Fendy juga menyiapkan mesin motor tempel berkekuatan 15 PK di bagian belakang, sebagai tenaga cadangan yang akan digunakan bila angin tak berhembus sama sekali.
Selama berlayar, Fendy yang merupakan anggota kehormatan Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) itu akan memasak makanannya sendiri. Ia telah mempersiapkan kompor berbahan bakar gas "High Cook" untuk memasak makanan kaleng siap saji.
"Yang penting dalam berlayar itu adalah musik, saya juga bawa alat pemutar MP3 yang ada speaker nya untuk memutar lagu-lagu favorit saya," ujar laki-laki berbadan kurus ini.
Untuk masalah berkomunikasi dengan tim di darat, sepanjang jalur pelayaran dari Singaraja hingga Jakarta sinyal telepon seluler bukanlah suatu hal yang langka. Fendy akan menggunakan telepon seluler untuk berkomunikasi dengan tim darat, yang mengawalnya hingga Jakarta. Dia juga membawa alat komunikasi alternatif, yakni telepon satelit.
Menurut mantan wartawan itu, salah satu hal yang dikhawatirkan mengganggu pelayaran adalah jaring-jaring nelayan yang jumlahnya ribuan, terutama di perairan laut Jawa. Pada waktu malam, jaring itu akan sangat sulit terlihat, oleh karena itu pelayaran tersebut dihentikan setiap harinya menjelang matahari tenggelam.
"Kalau perahu tersangkut jaring, bisa jadi perahu terbalik, atau bahkan memancing potensi keributan dengan pemilik jaring. Jadi lebih baik kalau malam saya itu istirahat saja," kata Fendy sembari menyebut akan singgah di kota-kota pesisir laut.
Fendy memastikan saat ini angin berhembus dari Timur ke Barat. Menurutnya hal itu akan sangat membantu pelayarannya ke arah Barat dari pulau Bali.
"Mudah-mudahan pelayarannya berjalan lancar," tandasnya.