TRIBUNNEWS.COM--Untuk memproduksi senapan angin, dibutuhkan bengkel yang dilengkapi mesin bubut, alat scarped hingga alat penjepit besi yang oleh warga Desa Cipacing, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, dinamakan petel. Alat-alat tersebut tak sulit untuk dibeli.
Deni (49), seorang pengusaha senapan angin mengatakan mengumpulkan bahan baku untuk memproduksi senapan angin bukan pekerjaan sulit. Semua bahan baku itu bisa dibeli di toko bahan bangunan, maupun di tempat-tempat penjualan besi bekas.
Paling vital adalah laras senapan. Laras bahan bakunya berupa besi 16 milimeter yang kerap digunakan sebagai pondasi bangunan. Besi itu, kata Deni, kemudian dipotong sesuai panjang laras yang diinginkan, kemudian di lubangi bagian tengahnya untuk jalur peluru keluar.
Ukuran lubang peluru yang digunakan pada umumnya 4,5 milimeter. "Laras itu kalau presisi harganya bisa mahal. Saya bisa jual satu laras yang presisi seharga Rp 250 ribu," ujarnya.
Produsen senapan angin di Cipacing umumnya membuat dua jenis senapan, yakni yang menggunakan gas dan senapan pompa. Senapan yang menggunakan gas memanfaatkan CO2 sebagai tenaga pelontar peluru yang kerap disebut sebagai mimis.
Senapan model itu harus menyediakan tabung yang bisa menyimpan gas. Tabung bisa diisi ulang.Sedang senapan pompa sudah dikenal sejak era 1970-an dan kini kata kurang begitu laku dibandingkan senapan bertenaga gas.
Untuk membuat senapan jenis gas, kata Deni, besi yang digunakan juga sederhana. Besi yang digunakan berupa besi tabung yang dipampatkan di kedua sisinya. Tabung itu dihubungkan ke tempat meletakan mimis.
Untuk popor senapan, tambah Deni, tak sulit dibuat. Ia menggunakan kayu mahoni maupun kayu pohon mangga.
Untuk mekanik di dalam tubuh senapan, seperti pegas, pelatuk, dan alat-alat pendukungnya, Deni mengaku bisa memproduksi sendiri.
Ukuran pelatuk dan pegas sama pada sebagian besar senapan. Barang-barang tersebut juga bisa dibeli, dan rata-rata barang-barang itu diproduksi di Tegal.
Deni memiliki empat bengkel yang pekerjanya sebagian besar masih merupakan kerabatnya. Semua bekel tersebut bisa memproduksi komponen senapan angin. Jika ada kelebihan, ia menjual kepada produsen yang skala usahanya lebih kecil.
Kaliber lebih besar
Selama sebulan, Deni bisa memproduksi 10-15 senapan angin. Semuanya dijual kepada makelar yang selanjutnya menjual kembali kepada pemilik toko. Senapan produksinya itu laku hingga ke kawasan Kalimantan dan Sumatera.
"Tapi sejak beberapa waktu belakangan ini kami ada kendala, terutama setelah ada kasus penangkapan pengrajin senapan angin di Cipacing," ujarnya.
Bahkan akibat ulah sejumlah oknum warga Cipacing itu, polisi makin sering melakukan patroli di Desa Cipacing.
Para pekerja bengkel yang rata-rata pendidikannya tidak begitu tinggi menjadi ketakutan. "Kadang-kadang kalau lagi kerja ada polisi lewat, mereka (pekerja) berhenti dulu. Padahal kan usaha kita legal, izin semuanya ada, dan senapan angin itu tidak dilarang." ujarnya.
Namun tidak menampik pengrajin di Cipacing mempunyai keahlian untuk membuat senapan yang bisa menampung peluru tajam. Mekanisme yang digunakan untuk peluru tajam tidak begitu berbeda, yakni pelatuk yang bisa memukul bagian belakang peluru, dan laras yang presisi.
"Kalau untuk peluru tajam itu ukuran lubang larasnya di atas 4,5 milimeter. Besi yang biasa kami beli ketebalannya bisa 16 milimeter. Jadi, untuk membuat lubang peluru berukuran 5,5 milimeter atau untuk 6 milimeter bisa saja, alatnya juga sama," ujarnya.