Tribunnews.com, Pamekasan - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pamekasan, Jawa Timur, mengeluarkan fatwa haram terhadap kegiatan karapan sapi yang dilaksanakan dengan model rekeng (kekerasan).
Fatwa itu sudah setahun lalu disampaikan dan sudah menjadi kesepakatan dengan MUI tiga kabupaten lainnya yakni Sumenep, Sampang dan Bangkalan. Namun, hingga kini, karapan sapi dengan kekerasan tetap berlangsung.
Ketua MUI Pamekasan, Kiai Ali Rahbini, Jumat (13/9/2013) mengatakan, fatwa itu juga sudah ditindaklanjuti dengan instruksi Gubernur Jawa Timur tentang larangan pelaksanaan karapan sapi dengan kekerasan.
Lagi-lagi, instruksi itu tidak diindahkan oleh pemilik sapi karapan. Bahkan, bulan Oktober mendatang, karapan sapi dengan kekerasan tetap akan digelar. "Saya melihat ada ketidaktegasan dari Pemerintah tentang sanksi kepada pemilik sapi karapan karena masih tetap mempertahankan karapan dengan kekerasan," ungkapnya.
Ali mengatakan, semua pemilik sapi karapan beragama Islam. Namun mereka semua tak ada yang mengamalkan ajaran islam. Padahal dalam Islam sudah jelas gambarannya.
Ali menceritakan dalam sebuah kitab, di mana seorang perempuan masuk neraka karena mengurung seekor kucing dan tidak diberi makan, hingga menyebabkan kucing tersebut mati.
"Dalam karapan sapi itu lebih parah dari mengurung kucing dan tidak memberi makan seperti dalam cerita itu. Karapan sapi sudah menyakiti sapi karena bokongnya dilukai dengan paku, diberi balsem dan minyak spirtus saat karapan. Ini sungguh penyiksaan dan hukumnya haram," ungkap Rahbini.
Oleh sebab itu, jika ada karapan sapi model kekerasan sebaiknya langsung dibubarkan oleh aparat kepolisian dan pemerintah. Jika tidak tegas maka hukum Islam ataupun aturan lainnya akan dipermainkan.