* Tiga SKPD Salahgunakan Pendapatan
* Dinas Sosial NTT Peringkat Pertama
- Laporan Wartawan Pos Kupang, Muchlis Alawy
TRIBUNNEWS.COM, KUPANG--Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan NTT mengendus dugaan penyalahgunaan pendapatan pada tiga satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang menyebabkan pendapatan Pemerintah Propinsi (Pemprop) NTT raib sebesar Rp 544.840.000.
Fakta ini terungkap dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan NTT terhadap laporan keuangan pemerintah daerah Pemprop NTT tahun anggaran 2012. Pos Kupang mendapat data itu, Senin (16/9/2013).
Tiga SKPD yang diduga menyalahgunakan pendapatan dengan total lebih dari setengah miliar rupiah itu, yakni Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (PPO), Dinas Sosial dan Dinas Pertanian dan Perkebunan.
Pendapatan yang diduga disalahgunakan berasal dari sumber penerimaan retribusi pemakaian kekayaan daerah untuk kegiatan pendidikan dan pelatihan prajabatan yang diselenggarakan Badan Pendidikan Pelatihan Penelitian dan Pengembangan (BP4D) NTT.
Pendidikan dan pelatihan (diklat) prajabatan terpaksa diselenggarakan di UPT Dinas Sosial, UPT Perkebunan, UPT/Balai Dikmas PPO, Hotel Novena Agung, Hotel Cahaya Bapa dan Hotel Kupang Beach lantaran kapasitas gedung BP4D tidak mencukupi.
Tiga SKPD itu memperoleh pendapatan dari penyetoran biaya akomodasi peserta diklat prajabatan pada asrama tiga SKPD. Dugaan penyalahgunaan pendapatan itu muncul setelah BPK menemukan adanya selisih penyetoran penerimaan biaya akomodasi peserta diklat prajabatan pada asrama tiga SKPD.
Perhitungan BPK, semestinya tiga SKPD itu menyetorkan hasil pendapatan ke kas daerah dengan total Rp 905.300.000. Tetapi realitanya, tiga SKPD tersebut hanya menyetorkan pendapatan dari biaya akomodasi prajabatan ke kas daerah sebesar Rp 380.480.000. Sisanya Rp 544.840.000 tidak jelas pertanggungjawabannya.
Dari tiga SKPD yang diduga menyalahgunakan pendapatan, Dinas Sosial NTT menduduki peringkat pertama. Dinsos NTT yang memperoleh pendapatan dari kegiatan itu sebesar Rp 509.050.000, namun disetor ke kas daerah hanya Rp 125.000.000. Sisanya Rp 384.050.000 tidak jelas pertanggungjawabannya.
Peringkat kedua, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga NTT yang semestinya menyetorkan hasil pendapatan ke kas daerah sebesar Rp 203.850.000, malah disunat menjadi Rp 81.540.000. Sisa pendapatan Rp 122.310.000, juga tidak jelas pertanggungjawabannya.
Berkurangnya setoran ke kas daerah juga terjadi di Dinas Pertanian dan Perkebunan NTT. Dana yang semestinya disetorkan ke kas daerah sebesar Rp 192.400.000, tetapi hanya disetor sebesar Rp 153.920.000. Sisanya Rp 38.480.000 belum jelas pertanggungjawabannya.
Dengan demikian, total selisih antara dana yang diterima SKPD dengan yang telah disetorkan ke kas daerah sejumlah Rp 544.840.000,00. Dana tersebut telah digunakan langsung oleh SKPD dan tidak dipertanggungjawabkan.
Terhadap masalah selisih ini, tulis BPK, Kasubag Tata Usaha UPT BPPS Dinas Sosial menjelaskan, dana tersebut digunakan untuk membiayai kebutuhan kantor yang tidak ada biayanya. Senada dengan alasan Dinsos NTT, Dinas Pertanian dan Perkebunan melalui Pelaksana Bendahara Penerimaan pada UPT Perkebunan juga menyatakan dana tersebut digunakan untuk membangun dan membeli peralatan kantor.
Setali tiga uang Dinas PPO melalui Kepala UPT PPNFI menjelaskan kepada BPK selisih dana tersebut digunakan untuk membiayai keperluan kantor yang tidak dialokasikan dari dana dokumen pelaksana anggaran.
Kondisi tersebut, demikian BPK, mengakibatkan penerimaan daerah sebesar Rp 544.840.000,00 belum diterima kas daerah. Selain itu, membuka peluang terjadinya penyalahgunaan pendapatan daerah dari belanja akomodasi/penginapan diklat.
Menurut BPK, kondisi tersebut disebabkan kesengajaan pengelola asrama pada Dinas Sosial, Dinas PPO dan Dinas Pertanian dan Perkebunan yang tidak menyetorkan seluruh penerimaan ke kas daerah.
Untuk itu BPK merekomendasikan Gubernur NTT agar memerintahkan pengguna anggaran memberi sanksi sesuai ketentuan kepada pengelola asrama pada Dinas Sosial, Dinas PPO dan Dinas Pertanian dan Perkebunan yang tidak menyetorkan seluruh penerimaan ke kas daerah. BPK juga merekomendasikan selisih pendapatan sebesar Rp Rp 544.840.000 itu ke kas daerah. *