Laporan Wartawan Tribun Medan, Adol Frian Rumaijuk
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Pemerintah Amerika Serikat dengan pemerintah Indonesia membuat kerja sama kemitraan dalam program pelestarian lingkungan hidup. Kemitraan ini menggunakan dana 20 juta dolar AS sejak pertengahan 2013,
setelah kerja sama sebelumnya tahun 2009 dengan dana 28,5 juta dolar AS untuk hutan Kalimantan.
Kerja sama kedua ini diperuntukkan kepada organisasi-organisasi yang melakukan pelestarian hutan di kawasan ekosistem Leuser. Dana ini akan dikelola selama delapan tahun ke depan, yang akan diperoleh dari hasil pengalihan utang Indonesia kepada Amerika Serikat. Jadi, Indonesia akan membayar utangnya sebesar 20 juta dolar AS untuk memperbaiki ekosistem di Kawasan Leuser.
Trevor Olson, Deputi Konsul AS untuk Sumatera di Medan, Kamis (19/9/2013) malam mengungkapkan, perjanjian pengalihan utang untuk alam di bawah UU konservasi hutan tropis AS Tropical Forest conservation Act (TFCA). Melalui undang-undang ini Pemerintah AS juga mendanai beberapa program yang dikelola oleh USAID dan U.S Fish and Wildlife Service, yang bertujuan untuk melindungi spesies di Sumatera serta hutan sebagai habitatnya, yang sangat penting demi kelangsungan hidup spesies tersebut.
"Ekosistem Leuser merupakan habitat bagi beberapa spesies terakhir dari Gajah Sumatera, Harimau Sumatera, dan Orangutan Sumatera Liar," ujarnya.
Selama delapan tahun ke depan, utang Indonesia untuk Amerika akan berkurang sekitar 30 juta dolar AS. Sebagai gantinya, Indonesia mendanai 20 juta dolar AS dalam bentuk hibah kepada beberapa lembaga untuk melindungi dan memulihkan hutan tropis Indonesia.
Conservation International dan yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati), adalah rekanan dalam perjanjian ini dan berkontribusi 2 juta dolar AS kepada program tersebut.
Progam kali ini, dikhususkan untuk program pendidikan lingkungan hidup yang inovatif dan berkembang bagi anak-anak dan komunitas di sekitar ekosistem Leuser. Dengan memasukkan pendidikan tentang Kawasan Ekosistem Leuser dalam dunia pendidikan tingkat sekolah menengah pertama/MTsN dan sederajat.
Buku Ajar Leuser telah selesai disusun dan mendapat persetujuan dari pemerintah Daerah Provinsi Aceh. Buku ini akan focus di empat daerah, yaitu Kota Subulussalam, Aceh Selatan, Aceh Singkil, dan Aceh Tenggara.
Kemudian, Bryan Switzeer dari Konsulat AS di Bangkok juga turut melakukan peninjauan ke kawasan Ekosistem Leuser. Dia bercerita tentang begitu seriusnya pelaksanaan program ini. Beberapa sekolah di daerah di Aceh telah membentuk Eco-Club dimana para siswa membuat komunitas untuk membahas dan melakukan gerakan cinta lingkungan di daerah itu.
"Presiden Obama memang sangat konsen untuk pelestarian lingkungan tropis di Asia. Termasuk proyek-proyek penurunan emisi di Asia, tentang margasatwa, dan perubagan iklim," ujar Bryan.
Ia juga melihat, program di Kawasan Ekosistem Leuser cukup luar biasa. Dimana, mengubah pola pikir masyarakat melalui pendidikan akan membawa pengaruh besar ke depan.
Sebagai negara adidaya ekologis, kata Bryan, Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis di dunia. Jikaalam atau ekosistem hutan terganggu di Indonesia akan mengganggu seluruh ekosistem yang ada di dunia ini.
"Indonesia menjadi paru-paru dunia. Saya sangat bangga ketika bisa bertemu dengan anak-anak di beberapa sekolah di Aceh," ujarnya.
Bahkan Bryan mengatakan, ia sangat terkesan dengan proyek pendidikan lingkungan ini bukan semata karena digagas oleh negaranya.
Jamal M Gawi Ketua Yayasan Leuser Indonsia juga memberikan gambaran kondisi Kawasan Ekosistem Leuser yang semakin kritis seiring berjalannya waktu. Upaya penyelamatan ekosistem hutan Leuser tidak sanggup melampaui tingginya
penyerobotan hutan akibat tidak tegasnya peraturan tentang hutan dan lingkungan di negara ini.
"Jika ditanya kondisinya sampai saat ini, memang sangat kritis. Kita sudah terancam saat ini. Semakin lama, hutan yang luasnya 2,6 juta hektar itu semakin terhimpit," ujarnya menjelaskan kondisi Hutan Leuser yang sebagian besar berada di wilayah Provinsi Aceh. Dimana Ilegal loging masih terjadi, encroachment (pembukaan lahan hutan
menjadi perkebunan), bahkan pembunuhan ekosistem margasatwa di dalamnya masih terjadi. Harimau Sumatera saja di tahun 2012, dari populasi 130 ekor, diperkirakan terbunuh lebih dari 10 persen.
Dalam pertemuan di rumah Deputi Konsulat Amerika Serikat di Jl Sriwijaya Medan juga hadir Kepala BLH Sumut Dr Hidayati, Kanchana Aksorn-Aree perwakilan Kedutaan di Taiwan, Kepala Pengelolaan Sumberdaya Alam, dan LSM Pecinta Lingkungan yang ada di Sumut. (afr/tribun-medan.com)