* Merasa Dikhianati Polisi
TRIBUNNEWS.COM BANDA ACEH - Mantan hakim Pengadilan Negeri (PN) Takengon, Aceh Tengah, Iskandar Agung (32) mengklaim dirinya informan yang diminta polisi Direktorat Narkoba Polda Aceh membongkar peredaran sabu-sabu. Namun ketika ini diungkapnya, penyidik memutarbalikkan fakta agar terkesan lebih hebat karena bisa menangkap seorang hakim. Akibatnya jaksa dan majelis hakim yang menyidangkan perkara ini ikut tersesat.
Iskandar menyampaikan hal itu menanggapi putusan majelis hakim PN Jantho baru-baru ini yang menghukumnya 7,5 tahun penjara karena ia terbukti membeli (mengutang) sabu-sabu 24,1 gram dari Nasrun (sudah divonis 7,5 tahun) yang kemudian Iskandar menyimpan sabu ini di rumahnya Gampong Lampaseh Kota, Banda Aceh, Januari 2013, seperti diberitakan Serambi, Jumat (20/9). Sedangkan menurut Iskandar, ia bersedia mengungkap jaringan peredaran narkoba karena dirinya sebagai pengguna sehingga tak dicurigai penjual sabu.
“Dalam perkara ini saya diminta pihak Direktorat Narkoba Polda Aceh menjadi informan, saya tak membayar sabu itu karena tak berniat membelinya. Ketika semua terbongkar, polisi mengkhianati karena secara politis mereka merasa hebat menangkap seorang hakim sebagai pengguna daripada mengungkap jaringan narkoba. Penyidik memutarbalikkan fakta sehingga menyesatkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan majelis hakim dalam menerapkan hukum,” tulis Iskandar kepada Serambi, kemarin.
Iskandar yang selama ini ditahan di Rutan Jantho juga menuding JPU membaca keterangan palsu saksi Elidar di persidangan karena keterangan itu sama sekali tidak ada dalam berita acara pemeriksaan (BAP) penyidik, sedangkan Elidar juga tak memberi keterangan di persidangan. Menurut Iskandar, Elidar adalah pemilik rumah yang menyekapnya bersama bandar narkoba. Hal yang lebih penting lagi, kata Iskandar, JPU tak pernah menghadirkan saksi Sri Lindanung.
“Padahal fakta hukumnya, saya yang meminta saksi Sri melapor perkara ini ke polisi. Saya sudah menyampaikan pembelaan seperti ini dalam persidangan. Karena merasa penerapan hukum terhadap perkara saya tak tepat, maka saya langsung mengajukan banding atas putusan tersebut,” jelas Iskandar. Empat hari lalu, Kasi Pidum Kejari Jantho yang juga JPU perkara ini, Ibsaini SH mengatakan saksi meringankan terdakwa tak hadir.
Seperti diberitakan sebelumnya, isi dakwaan perkara ini polisi menangkap Iskandar dan Nasrun di sebuah rumah di Kompleks Polayasa, Gampong Kajhu, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar. Rumah itu tempat penyekapan Iskandar oleh Nasrun soal utang piutang sabu 24,1 gram oleh Iskandar dari Nasrun Rp 20 juta. Karena penangkapan di wilayah Aceh Besar, maka keduanya disidangkan di PN Jantho. Polisi mengetahui penyekapan ini dari laporan kekasih Iskandar, Sri Lindanung yang khawatir mantan hakim asal Lampung ini terancam dibunuh soal utang tersebut.(sal)