Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, BATAM - Pengurus Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pusat Tanjung Pinang, kelimpungan karena harus membiaya biaya makan dan minum imigran gelap terlampau besar.
Rudenim Pusat Tanjung Pinang, menjadi tempat penampungan sementara bagi orang asing yang dikenakan proses pengusiran atau deportasi atau tidakan Keimigrasian lainnya yang terbesar di Indonesia.
Kepala Rumah Detensi Imigrasi Pusat Tanjung Pinang Surya Pranata mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan makan penghuninya per bulan, bisa menghabiskan dana Rp 400 juta sampai Rp 500 juta.
Padahal, kata dia, anggaran pemerintah yang diberikan untuk rumah singgah bagi warga negara asing tak berdokumen tersebut hanya Rp 5,1 miliar untuk 2013.
"Anggaran kami saat ini, boleh dibilang pas-pasan bahkan cenderung kurang. Apalagi saya dengar tahun 2014, anggaran kami akan dipangkas hingga 40 persen," kata Surya di kantornya, Jalan Jenderal Achmad Yani No 31 A Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, Rabu (26/9/2013).
Surya mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan makan dan keamanan, tempatnya mendapatkan bantuan dana dari International Organization for Migration. "Itu untuk makan mereka dan tambahan uang penjaga keamanan," katanya
Rumah Detensi Imgrasi Tanjung Pinang, merupakan salah satu dari 13 rumah detensi yang dibuat oleh pemerintah. Rumah detensi yang mulai beroperasi pada April 2009 ini, dijadikan pusat penampungan untuk memfasilitasi penempatan orang asing yang mencari suaka ke negara ketiga. Jumlah imigran ilegal yang ditampung di rumah itu mencapai 348 orang per 25 September.
Sebanyak 305 orang di antaranya, merupakan imigran liar yang tengah mencari suaka ke negara ke tiga. Sedangkan sisanya, 43 orang, adalah imigran biasa yang melanggar peraturan seperti penyalahgunaan izin tinggal, dan illegal fishing.