Laporan Reporter Tribun Jogja, Theresia Andayani
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Selesai calon pengantin putri, GKR Hayu melakukan prosesi siraman upacara dilanjutkan dengan merias diri. Salah satu kegiatan royal wedding ini dilakukan di Sekar Kedhaton sebelah timur, Senin (21/10/2013).
Salah satu proses merias yang dilakukan adalah mengerik rambut dahi calon mempelai perempuan. Proses merias ini dilakukan oleh perias pengantin Tienuk Rifki, yang juga perias pengantin putri-putri keraton sebelumnya.
"Hal ini adalah simbol dari pembersihan diri dari hal-hal buruk," ungkap Tienuk.
Sementara itu, air dari tujuh mata air yang juga digunakan untuk calon mempelai putri diantarkan oleh salah satu putri Sultan yang sudah menikah ke kamar mandi di Bangsal Kasatriyan (Gedhong Pompa). Air ini akan digunakan untuk upacara Siraman calon mempelai pria, KPH Notonegoro.
Di Bangsal Kasatriyan, calon mempelai pria bersama keluarga dan rombongan sudah menunggu. Siraman sudah dilakukan oleh ibunda calon mempelai wanita, ibunda calon mempelai pria, dan sesepuh-sesepuh lainnya. Urut-urutannya pun sama seperti yang dilakukan kepada calon mempelai wanita.
Upacara Siraman ini semuanya dilakukan oleh wanita. Alasannya adalah karena para wanita merupakan ibu yang merawat anak-anak. Sementara jumlah orang yang menyirami harus berjumlah ganjil.
Jumlah ganjil ini diambil dari kepercayaan Hindu yang melambangkan Trimurti (Brahma, Wisnu, Syiwa) yang juga dipercaya dapat menolak bala. Adapun siraman dilakukan sebagai simbol menyucikan diri.
"Menikah dianggap sebagai babak baru dalam kehidupan manusia, sehingga dengan Siraman diharapkan dapat menjadikan seseorang bersih secara jasmani maupun batin," ujar Tienuk. (*)