TRIBUNNEWS.COM – Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pernah mencetuskan gerakan pemasangan closed circuit television (CCTV) di kompleks lokaliasi Dolly. Berbeda dengan di jalan raya yang berfungsi mengontrol kemacetan dan kerawanan, CCTV di Dolly diarahkan untuk menyorot para pengunjung.
Tri Rismaharini menegaskan bahwa pemasangan CCTV ini merupakan jurus baru lantaran sulitnya menutup Dolly.
Memang, Risma berusaha menghindari buntut hukum yang mungkin muncul dari pemasangan kamera pengintai itu. Karena itu, menurut Risma, pemasangan tidak sampai masuk dalam ruang atau kamar, karena bisa melanggar privasi orang.
Meski baru sebatas isu, CCTV Dolly sempat berdampak signifikan. Sejumlah mucikari mengeluh sepi. Mereka kehilangan banyak pelanggan. “Sampai saat itu, pernah kami tidak mendapatkan pelanggan. Padahal biasanya dalam semalam satu PSK dipakai dua sampai tiga pengunjung,” ungkap seorang pria pemilik Wisma di Dolly.
Pemilik wisma ini menceritakan, saking takutnya pengunjung, sampai-sampai saat itu tidak sedikit pengunjung masuk wisma sambil mengenakan helm. Takut wajahnya terekam si mata elang kota itu.
Rencana pemasangan CCTV Dolly itupun kemudian ditolak para pelaku usaha di lokalisasi itu. Mereka bahkan juga turut berama-ramai berdemonstrasi. Belakangan kalangan dewan ikut menolak rencana itu. Alasan DPRD, kawasan itu bukan lokalisasi saja, melainkan juga permukiman warga.
Pemasangan kamera akan bisa mengganggu privasi warga setempat. Pelan-pelan rencana itu pudar, lalu tenggelam hingga sekarang. (idl/rey)