TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN - Hari raya Iduladha 1434 Hijriah, 15 Oktober 2013 lalu, tidak bisa dinikmati secara tenang oleh Isur (nama samaran). Telepon genggamnya terus berdering. Atasannya terus menanyakan status kapal yang mereka ageni. Demikian pula pemilik kapal yang berada di Jakarta. Kapal tersebut sudah berada di muara atau alur Sungai Barito namun tidak bisa masuk untuk merapat ke Pelabuhan Trisakti, Banjarmasin.
Isur berulang kali menghubungi pandu (pemandu kapal). Namun tidak ada yang mau memandu kapal itu masuk ke kawasan pelabuhan. Maklum hari itu adalah hari raya. Petugas memilih berhari raya bersama keluarga, meski diiming-imingi imbalan lebih tinggi.
Beberapa hari kemudian, Isur kembali menghubungi pandu. Kapal yang diageni perusahaannya tiba di muara Sungai Barito. Semula, dia juga kesulitan mendapatkan pandu. Namun, melalui cara tertentu, dia bisa mendapatkannya secara mudah.
Sejak itu Isur tidak kesulitan lagi jika memerlukan jasa pandu. Kok bisa? "Saya kasih Rp 5 juta lebih dulu sebelum pandunya bekerja. Kini kapal-kapal kami justru menjadi rebutan pandu. Bahkan diprioritaskan masuk seperti kapal penumpang dan Pertamina," ujarnya, kemarin.
Arus lalu lintas kapal, tugboat dan tongkang batu bara di Sungai Barito sangat padat. "Tidak hanya puluhan, bisa ratusan kapal. Sementara petugas pandunya, yang saya ketahui hanya sekitar 30 orang. Bagaimana bisa mereka memandu kapal secara cepat. Kapal terutama yang mengangkut barang memerlukan kecepatan waktu sandar. Kami cuma punya waktu 30 jam untuk bongkar muat," ujar Isur.
Pengakuan serupa dilontarkan staf perusahaan jasa pelayaran lain. Sebut saja dia Kaisar. Dia mengatakan permainan terjadi saat banyak kapal yang antre sehingga terjadi berlaku kondisi yang mereka sebut `masa tunggu'.
"Lama itu, bisa seharian kami menunggu. Agar cepat, bisa saja dibicarakan dengan petugas pandu," ucap dia.
Caranya, imbuh Kaisar, staf dari perusahaan pelayaran yang kapalnya mengantre, biasanya mendatangi kapal pandu. Di dalam kapal itulah dilakukan transaksi.
"Bila sepakat bisa dikondisikan. Ya, sekitar Rp 1 juta sampai Rp 3 juta. Itu di luar tarif resmi," kata dia.
Menurut Kaisar, banyak perusahaan jasa pelayaran yang terpaksa melakukan jalur menerabas itu karena `terjepit'. "Kami diminta cepat melakukan bongkar muat, jadi mau tidak mau, cara itu terkadang kami lakukan. Tentunya, bila kami melakukan itu, harus seizin pemilik kapal dan pemilik barang," ucapnya.
Sebenarnya nakhoda hapal kondisi Sungai Barito. Artinya bisa saja masuk dan keluar pelabuhan tanpa bantuan pandu. Namun, ada kewajiban, masuknya kapal ke Perairan Barito sepanjang 27 mil, harus seizin pandu. Di sinilah celah kongkalikong, terbuka.
Informasi yang diperoleh Banjarmasin Post (Tribunnews.com Network) dari beberapa pengelola jasa pelayaran, permainan jasa pandu sudah menjadi `rahasia umum'. Siapa berani membayar lebih mahal dari tarif resmi atau memiliki kedekatan dengan pandu, kapalnya dilayani lebih awal.
Situasi itu didukung kondisi buruknya alur Barito sehingga jasa pandu sangatlah diperlukan. Betapa tidak, alur Barito hanya selebar 100 meter dengan kedalaman lima meter, sementara kapal yang masuk masuk puluhan hingga ratusan unit.
Saat dihubungi, Ketua Asosiasi Perusahaan Pelayaran Indonesia atau Indonesian National Shipowners Association (INSA) Kalsel, Soefrisman Djaffar meminta perusahaan jasa pelayaran segera melapor ke INSA. Pasalnya, selama ini organisasi itu tidak pernah mendapat informasi tentang `permainan' pandu.
Menurut mantan Kepala Administrator Pelabuhan (Adpel) Trisakti, ada 80 perusahaan jasa pelayaran, baik nasional dan internasional yang bergabung ke INSA. "Memang sudah menjadi ketentuan, kapal yang masuk alur Barito wajib menggunakan jasa pandu. Kalau ada pungli segera laporkan kepada kami," ucap Soefrisman. (Banjarmasin Post/kur/has/arp)