Laporan Wartawan Surya Moh Rivai
TRIBUNNEWS.COM, SUMENEP - Puluhan warga Desa Desa Lenteng Barat, Kecamatan Lenteng, Sumenep, mendatangi Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Yayasan Syaairun Najah, Rabu (18/12/2013).
Mereka memprotes kebijakan yayasan, yang menahan surat keterangan hasil ujian nasional (SKHUN) anak-anak mereka hingga 3 tahun, tanpa alasan yang jelas.
Nur Masyhudi, wali murid, mengaku kecewa dengan sikap yayasan yang menahan SKHUN milik anaknya. Padahal, biaya pengambilan ijazah dan sebagainya sudah dibayar lunas Rp 300 ribu.
"Data itu sekarang kami butuhkan sebagai syarat ikut ujian nasional di MA. Sudah tiga kali kami mendatangi pihak Yayasan Syaairun Najah, tapi hanya diberi janji," kata Nur Masyhudi.
Ia juga mengaku sakit hati, karena SKHUN anaknya sudah tidak ada. Kekinian, yang ada, hanya fotokopian.Sebaliknya, ratusan ijazah milik siswa yang lulus 10 tahun silam, masih tersimpan rapi.
Pengurus Yayasan Syaairun Najah, Isom Rabbani mengaku tidak tahu alasan pihak sekolah menahan SKHUN milik siswa. Tapi informasinya, sudah ada perjanjian antara pihak yayasan dengan wali murid soal penahanan ijazah tersebut.
Tujuannya, agar anak itu tidak pindah ke sekolah lain hingga tamat MTs maupun SMK di lembaga itu.
Terkait biaya penebusan ijazah, Rabbani mengaku tidak mengerti. Sebab sepengetahuannya, bagi siswa yang ingin mengambil ijazah dan SKHUN itu hanya memberi tanda jasa seikhlasnya.
"Ada yang berupa semen dan ada juga yang berbentuk uang tunai," tuturnya.
"Pemberian uang itu sifatnya sukarela tidak memaksa, apalagi sampai menentukan nominal. Kami upayakan pencarian SKHUN yang kelisut, hingga ketemu. Ini masih kita cari, pokoknya ijazah tersebut harus ketemu," tambahnya.