Laporan Wartawan Pos Kupang, Fredy Hayong
TRIBUNNEWS.COM, ATAMBUA--Hakim Pengadilan Malaysia mengirim dua orang dokter dari negari jiran itu berangkat ke Desa Faturika, Kecamatan Raimanuk, Belu, tempat kelahiran terdakwa, Wilfrida Soik.
Dua dokter yang telah ditunjuk direncanakan bekerja mulai tanggal 3-6 Januari 2014, untuk melihat dari dekat kehidupan orangtua Wilfrida, termasuk latar belakang keluarga. Hal ini erat kaitannya dengan kemungkinan adanya tekanan psikis sehingga Wilfrida diduga melakukan tindakan nekad menikam majikannya.
Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Belu, Drs. Arnoldus Bria Seo, menyampaikan hal ini ketika dihubungi Pos Kupang di Atambua, Senin (30/12/2013).
Arnold menjelaskan, terkait kelanjutan proses sidang kasus yang dialami terdakwa, Wilfrida Soik, pihaknya mendapat surat dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, Malaysia mengenai rencana pengiriman dua orang dokter dari Malaysia ke kampung Wilfrida Soik.
Kehadiran dokter ini berkenaan usulan dari pengacara kenamaan di Malaysia yang membela Wilfrida tentang adanya kemungkinan tekanan psikis sehingga terdakwa diduga melakukan tindakan nekad membunuh majikannya.
Atas usulan pengacara itu di persidangan, kata Arnold, maka hakim yang menyidangkan perkara Wilfrida menunjuk dua dokter untuk datang ke tempat kelahiran Wilfrida.
"Kami dapat surat bahwa nanti ada dua dokter yang dikirim Pengadilan Malaysia datang ke Belu. Dua dokter ini akan didampingi staf KBRI di Malaysia, termasuk staf dari Kementerian Luar Negeri Indonesia. Dalam rencana dua dokter akan melaksanakan tugas tanggal 3-6 Januari 2014," jelas Arnold.
Mengenai obyek perhatian dua dokter, Arnold menjelaskan, lebih pada peninjauan lapangan. Dua dokter akan melihat kondisi rumah, pekerjaan orangtua, penghasilan orangtua terdakwa. Dari hasil ini baru akan disampaikan pada persidangan terakhir di akhir Januari 2014.
"Sidang terakhir bakal digelar akhir Januari, termasuk vonis yang bakal dijatuhkan hakim direncanakan tanggal 31 Januari 2014. Tentang adanya saksi tambahan kami masih menunggu petunjuk dari Malaysia. Tapi saksi ibu kandung terdakwa tetap dihadirkan di Malaysia dan bakal didampingi penerjemah karena ibunda Walfrida masih menggunakan bahasa daerah Belu," katanya.
Sebelumnya Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Jumhur Hidayat menilai Wilfrida Soik merupakan korban perdagangan manusia (human traffiking) yang diberangkatkan ke Malaysia pada masa penundaan penempatan (moratorium) TKI sektor Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) di Malaysia.
Selain itu, kata Jumhur, Wilfrida diberangkatkan secara non prosedural, serta TKI yang bersangkutan saat diberangkatkan masih di bawah umur. "Anehnya, status TKI non prosedural seperti yang dialami Walfrida Soik ini dilegalkan Pemerintah Malaysia dengan memberikan Journey Performance (JP) Visa," katanya.
Jumhur berharap Pemerintah Malaysia bisa melakukan intervensi kepada yudikatif di Malaysia untuk berlaku adil dan membebaskan Wilfrida dari hukuman mati.