Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ali Anshori
TRIBUNNEWS.COM MELAWI, -Konflik tapal batas yang terjadi antara desa Merah Arai, kecamatan Kayan Hulu, Sintang dengan warga kecamatan Menukung, Melawi akan diselesaikan di tingkat Kabupaten.
Keputusan tersebut diambil setelah kedua belah pihak bersama para Muspika dan perusahaan dari CV Pangkar Begili melakukan pertemuan Rabu kamarin. Kendati belum ada penetapan tapal batas, mereka sepakat damai.
Kapolres Melawi, AKBP Nowo Winarti mengungkapkan, persoalan tapal batas ini sejatinya karena memang keduanya belum mengetahui secara jelas, mana batas daerah masing-masing, sehingga munculah klaim dari masyarakat satu dan lainnya.
“Memang persoalan tapal batas ini baru muncul setelah perusahaan melakukan kegiatan di wilayah kecamatan Menukung, kabupaten melawi. Namun kemudian ada klaim lahan dari warga desa Merah Arai, kecamatan Kayan Hulu yang menyatakan bahwa daerah tersebut merupakan wilayahnya sejak nenek moyang dahulu,” katanya.
Kapolres mengungkapkan, setelah dilakukan pertemuan, ketegangan kedua pihak pun mulai mereda. Meskipun belum diketahui batas wilayah masing-masing. Namun demikian sudah ada aspirasi dari perwakilan dua desa ini yang berhasil diakomodir.
“Dalam pertemuan itu hadir unsur Muspika dari dua kabupaten serta tokoh masyarakat. Mudah-mudahan bisa menenangkan konflik soal tapal batas tersebut. Nantinya persoalan tapal batas ini akan ditindaklanjuti ke tingkat kabupaten untuk dibicarakan bersama Muspida dari Sintang dan Melawi,” harapnya.
Untuk sementara perusahaan CV Pangkar Begili belum beroperasi, hal ini untuk menghindari konflik. Ia juga menjelaskan, pemagaran yang dilakukan oleh warga Merah Arai bukan pada jalan bahkan jembatan. Namun hanya pada areal kebun atau lahan yang dianggap merupakan wilayah mereka.
“Kami bersyukur kedua pihak bisa mau bersama-sama untuk menyelesaikan persoalan ini dengan tenang dan damai. Memang kalau tidak segera diselesaikan, ditakutkan persoalan tapal batas bisa semakin mengkristal dan dampaknya bisa memunculkan konflik,” ucapnya.
Camat Menukung, Kapetete juga menyatakan hal serupa, kata dia saat ini kondisi di wilayah yang dipermasalahkan dua desa tersebut sudah aman. Ia juga mengatakan musyawarah akan berlanjut ke tingkat kabupaten terkait dengan penentuan tapal batas Sintang dan Melawi.
“Soal lokasi camp di blok Kemuyang milik CV Pangkar Begili memang berada di antara desa Merah Arai, Sintang dan desa Batas Nangka kecamatan Menukung. Musyawah kemarin berjalan aman dan soal klaim lahan belum bisa diputuskan,” ucapnya. (ali)
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Melawi, Nahru mengatakan Pangkar Begili memiliki basecamp di wilayah kecamatan Serawai kabupaten Sintang. Namun juga areal HPH nya hingga ke kecamatan Menukung.
“Perusahaan itu beroperasi sejak 2012 di Menukung, dan rencana kerja tahunan (RKT) dari Pangkar Begili ini juga masuk ke wilayah Melawi pada tahun ini. RKT ini yang buat Dinas Kehutanan Provinsi,” katanya.
Kata dia, areal HPH bisa saja lintas kecamatan atau lintas kabupaten karena kawasan hutan ini lintas wilayah. Sementara batas wilayah antar dua kabupaten tentu bisa dilihat dari peta kabupaten.
Dia menjelaskan, dinas perkebunan tak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan persoalan batas wilayah yang kerap muncul setelah adanya investasi perkebunan atau perusahaan masuk. Kewenangan tersebut, kata dia ada di tangan pemerintah atau bagian pemerintahan Setda Melawi.
“Urusan ini (penyelesaian sengketa batas wilayah) bisa diselesaikan antara dua kabupaten,” ujarnya.
CV Pangkar Begili juga, terang Nahru sudah membayar PSDH-DR sebagai bentuk kewajiban perusahaan yang melakukan aktivitas penebangan hutan. Ia menjelaskan karena saat ini garapan hutan Pangkar Begili berada di wilayah Melawi, maka penagihan PSDH DR juga dilakukan oleh kabupaten Melawi.
“Ia tentunya sudah membayar PSDH-DR. Karena setiap melakukan aktivitas kita selalu meminta laporan hasil penebangan (LHP). Setelah LHP diperiksa oleh petugas atau pejabat pemeriksa LHP, baru kemudian PSDH DR ditagihkan pada perusahaan tersebut,” pungkasnya. (ali)