TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Mantan rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Prof Dr Darni M Daud MA menyesalkan mengapa dirinya dipenjara, karena merasa tidak melakukan apa yang didakwakan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Aceh dan Kejari Banda Aceh. Ia didakwa jaksa menarik sisa bantuan beasiswa Jalur Pengembangan Daerah (JPD) 2009 dan 2010 sebesar Rp 1,7 miliar lebih.
"Saya menyesal kenapa dipenjara, saya tidak melakukan seperti yang didakwakan. Kalau memang mau melakukan, saya bisa ambil banyak," kata Darni, Kamis (6/2/2014) kemarin, menjawab hakim ketua yang bertanya kepadanya apa dia menyesal atas perbuatannya.
Sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh yang diketuai Syamsul Qamar MH itu menghadirkan Darni untuk diperiksa sebagai terdakwa. Seperti biasa, Syamsul Qamar didampingi dua hakim anggota, Ainal Mardhiah SH dan Syaiful Has’ari SH.
Pantauan Serambi (Tribunnews.com Network), Darni masuk ke ruang sidang mengenakan kemeja putih lengan panjang yang dipadu dengan celana hitam. Jebolan S3 Oregon State University, Amerika Serikat itu didampingi pengacaranya, Amin Said MH.
Merespons pertanyaan hakim, Darni mengaku baru tahu bahwa ada sisa beasiswa JPD yang disimpan di rekening Rektor Unsyiah, Prof Dr Samsul Rizal MEng yang saat itu menjabat Pembantu Rektor I dan Ketua Pelaksana Program JPD Unsyiah.
"Saya justru baru tahu hal itu di persidangan ini berdasarkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan," ujarnya.
Darni juga meng-counter soal dana yang tidak cukup berdasarkan keterangan Samsul Rizal yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang sebelumnya.
"Dana tersebut sudah pas," kata Darni singkat. Dana yang dimaksudnya adalah beasiswa JPD dan Calon Guru Daerah Terpencil (Cagurdacil) Unsyiah.
Selain itu, kata Darni, semua dana usulan itu sudah fix. Tapi ia mengaku belum menerima laporan pengawasan dari Purek I Unsyiah hingga saat ini meski hal itu sudah dimintanya kepada Prof Samsul Rizal selaku Purek I.
"Tidak pernah dilaporkan dan sudah fix, tapi teknisnya saya tidak tahu," ujarnya.
Menurut Darni, saat dirinya menjabat rektor secara de facto dan de jure tidak ada masalah. Kasus ini (dugaan korupsi--red) justru mengemuka ketika masa transisi, setelah itu dia pun dihubungi oleh pihak kejaksaan.
Pada kesempatan itu, Darni tetap mengatakan semua dana sudah pas dan tidak ada masalah, serta tetap berprinsip sudah ia lakukan sesuai sasaran MoU yang ditandatanganinya bersama Pemerintah Aceh.
Lalu, ketika majelis hakim menanyakan fakta bahwa ada dana SPP yang tidak dibayarkan, Darni mengatakan hal itu misterius dan harus dilacak. Malah menurutnya, masih banyak hal lain yang misterius, di antaranya terkait Samsul Rizal yang menyimpan dana Rp 500 juta di rekeningnya.
Sementara itu, tim JPU membacakan rincian besaran cek yang dikeluarkan berdasarkan keterangan-keterangan saksi yang telah dihadirkan sebelumnya.
Majelis hakim menanyakan kepada terdakwa apakah ia menyetujui apa yang disampaikan tim JPU.
"Bukan tidak saya jawab, tapi 100 persen salah," kata Darni.
Pada kesempatan itu tim JPU menyampaikan bahwa dana yang diberikan dari Pemerintah Aceh ke Unsyiah Rp 17.603.452.000, namun total yang dikeluarkan Unsyiah Rp 16.772.989.500. Dengan demikian, ada selisih Rp 830.462.500.
Sidang yang dimulai sekitar pukul 10.45 WIB itu sebelumnya mengagendakan tuntutan kepada dua terdakwa lainnya; mantan dekan FKIP Unsyiah Prof Dr Yusuf Azis dan mantan kepala Urusan Keuangan Program Cagurdacil, Mukhlis. Namun karena tim JPU belum menyiapkan tuntutan, maka majelis hakim menunda sidang itu hingga Kamis (13/2/2014) mendatang dengan agenda tuntutan jaksa.
Sedangkan dalam sidang lanjutan minggu depan, terdakwa Darni diagendakan akan menyampaikan pledoi (pembelaan)-nya.
"Apabila tidak selesai, maka tidak ada waktu lagi," kata hakim ketua.
Kemarin, ruang sidang itu dipenuhi pengunjung yang terdiri atas keluarga dan kerabat terdakwa. Sidang berakhir pukul 15.10 WIB, setelah sempat diskors untuk salat Zuhur dan makan siang. (hs)