TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menyatakan tidak akan menghentikan langkah dalam upaya menutup lokalisasi Dolly. Meskipun belakangan terjadi penolakan dari penghuni dan warga di lokalisasi Dolly.
“Kami nilai wajar dan biasa ada penolakan. Di manapun penolakan seperti itu selalu ada. Tapi, itu tidak akan menyurutkan niat untuk menutup lokalisasi Dolly sesuai yang ditargetkan (19 Juni),” kata Hendro Gunawan, Sekretaris Kota Surabaya, Selasa (29/4/2014).
Menurut Hendro, sosialisasi penutupan lokalisasi yang disebut-sebut terbesar se-Asia Tenggara itu telah dilakukan sejak satu tahun terakhir.
Sosialisasi diikuti dengan memberikan pembinaan dan pelatihan usaha kepada penghuni lokalisasi Dolly. “Setiap pembinaan dan pelatihan, Pemkot terus melakukan pemutakhiran data. Dengan demikian, setiap ada perkembangan saat ini sudah langsung masuk dalam pendataan. Terutama untuk jumlah PSK,” katanya,
Hendro menuturkan, jumlahnya PSK terus menurun hingga saat ini tinggal sekitar 1.063 orang PSK. “Kami yakin, penurunan jumlah penghuni lokalisasi Dolly sebagai dampak sosialisasi penutupan selama satu tahun ini. Karena sebelumnya jumlah PSK di lokalisasi Dolly mencapai kisaran di atas 2.000 orang PSK,” ucap Hendro.
Dalam kesempatan itu, Hendro juga memaparkan grand desain jangka panjang setelah lokalisasi Dolly ditutup. Menurutnya desain itu berupa pemberdayaan penghuni lokalisasi Dolly berbasis wirausaha. Pemkot akan membebaskan sejumlah Wisma Dolly untuk kegiatan pembinaan dan pelatihan serta tempat usaha penghuni lokalisasi.
“Dengan demikian, tidak seluruh lokalisasi Dolly akan dibebaskan atau diratakan tanah. Hanya wisma di Dolly yang memang telah ada kesepakatan dengan pemilik untuk dibebaskan Pemkot Surabaya,” tegasnya.
Di lahan wisma yang dibebaskan itu nantinya akan disulap menjadi pusat pemberdayaan usaha masyarakat. Para penghuni lokalisasi baik itu PSK atau mucikari yang tidak berkeinginan untuk pulang ke daerah asal,akan diberikan pekerjaan, keterampilan usaha, dan sebagainya.
“Jadi, penutupan lokalisasi Dolly tidak harus dilakukan dengan memulangkan penghuni ke daerah asal, melainkan lebih untuk membantu memberi kesempatan bagi PSK atau mucikari untuk berusaha sesuai bakat yang dimiliki,” papar Hendro.
Desain pemberdayaan itu telah disusun dan masih terus disempurnakan. Menurut Hendro dalam waktu dua bulan sebelum Dolly ditutup pihaknya optimistis mampu menjalankan program pemberdayaan dengan baik.
Mengenai keberadaan tenaga keamanan lokalisasi Dolly, ungkap Hendro, itu bukan menjadi soal. Karena mereka para tenaga keamanan bisa diakomodasi sebagai anggota Satpol PP atau Linmas untuk menjaga lokalisasi Dolly yang setelah ditutup diubah menjadi lokasi usaha mandiri warga.
“Untuk itulah, saat ini berbagai persoalan itu telah masuk dalam desain antisipasi penutupan lokalisasi Dolly ke depan. Dengan demikian penutupan lokalisasi Dolly yang rencananya dilakukan tanggal 19 Junu 2014 optimistis bisa dijalankan,” ujar Hendro.
Sementara Kepala Dinas Sosial Pemkot Surabaya, Supomo mengatakan, sosialisasi terus digalakkan dalam rangka penutupan lokalisasi Dolly. Dan yang pasti lokalisasi Dolly tidak diratakan dengan tanah seperti isu yang berkembang di lapangan. “Nantiinya rumah warga tetap sebagai rumah hunian, jadi warga lokalisas tidak perlu khawatir rumahnya kena gusur dan sebagainya, Pemkot masih memiliki hati untuk tidak menyulitkan warganya,” tutur Supomo. (Amru Muiz)