TRIBUNNEWS.COM,YOGYA - Empat mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta akan berjuang menaklukkan puncak es Gunung Elbrus di Rusia, awal Juni.
Lebih dari itu, mereka juga mengemban misi riset dan mendokumentasikan kehidupan muslim Rusia di kaki Elbrus.
Dalam sejarahnya, Rusia yang dulunya disebut Uni Soviet adalah raksasa komunis dunia.
Di balik nama besar itu, hidup pula kelompok masyarakat muslim sebagai minoritas.
Satu di antara kelompok muslim yang masih bertahan tinggal di kaki Gunung Elbrus, di daerah Terskol.
Ini adalah pemukiman penduduk terakhir di kaki gunung tertinggi di daratan Eropa Timur, tepatnya di pegunungan Kaukasus.
Saigunsi Bonita Arimi (18), bersama tiga rekan pendaki lainnya mengemban misi besar memotret kehidupan kelompok muslim itu.
Mereka dibekali ketrampilan fotografi berikut videografi. Plus, satu set kamera profesional.
Tugas mereka ialah mendokumentasikan sebanyak mungkin kehidupan masyarakat muslim di sana.
Nantinya, dokumentasi itu akan disusun menjadi coffetable book yang dirilis saat pameran pascapendakian Elbrus, 25 Juni 2014.
Satu-satunya pendaki wanita dalam ekspedisi, Saigunsi dijatah mengumpulkan data dari warga. Alasannya satu, dia yang paling fasih berbahasa Rusia.
"Ya memang beberapa waktu terakhir banyak belajar (bahasa Rusia)," tutur dara berjilbab ini sembari mengucapkan sederetan kalimat perkenalan dalam bahasa utama di negara yang dihuni lebih dari 160 kelompok etnis itu.
Sementara tiga pendaki lainnya bertugas mengumpulkan gambar sebanyak mungkin.
Singgih Anin Yaqin dan Muhammad Fauzan adalah atlet panjat tebing. Sedangkan Ahmad Rasyid Gandi anggota Mapala UMY.
Keempatnya telah digembleng fisiknya selama enam bulan intensif untuk menaklukkan dinginnya Elbrus yang mencapai minus 25 derajat Celcius di puncaknya.
"Tiap hari mereka harus mengirimkan data-data yang terkumpul. Saigunsi sebagai scriptwriter, lainnya sebagai fotografer. Tim di Indonesia langsung mengedit dan menyusunnya jadi buku," papar sang manajer, Suardjono Lempo kepada wartawan, Rabu (28/5).
Muslim Rusia
Lempo memaparkan, ada banyak hal yang ingin ditampilkan dalam buku itu. Tentang bagaimana kehidupan sosial muslim Rusia, apa saja konflik yang muncul di antara mereka maupun dengan ras dan agama lainnya.
Termasuk bagaimana muslim Rusia menciptakan toleransi antaragama di sana.
Terlebih, Terskol merupakan kawasan wisata. Banyak pengunjung berdatangan setiap musim panas untuk bermain ski di kaki Elbrus itu.
Banyaknya pendatang tentu membawa banyak nilai-nilai sosial yang baru. Tim akan memotret bagaimana muslim Rusia ini merespon dampak-dampak yang dibawa pendatang.
"Kami ingin memotret kehidupan sehari-hari muslim Rusia. Bagaimana mereka beribadah. Apakah ada aliran-aliran khusus seperti di Indonesia, ada Muhammadiyah, Syiah, dll. Ini sangat menarik. Saya belum pernah menemui referensi soal itu," urai alumnus Mapala UMY itu. Diketahui, ada delapan republik di Rusia yang berpenduduk mayoritas Islam yakni Adigeya, Basykorkostan, Chechnya, Dagestan, Ingusyetya, Kabardino-Balkaria, Karacai-Cerkesia dan Tatarstan.
Kesemuanya berada di kawasan Sungai Volga (Rusia sentral) dan kawasan Kaukasus Utara (Rusia Selatan).
Selain memotret Terskol dan proses pendakian ke puncak Elbrus, tim juga akan bertandang ke Moskow.
Selain sebagai ibu kota Rusia, Moskow ialah pusat politik, ekonomi, budaya, dan sains utama di Rusia bahkan Eropa.
Karenanya, tim harus singgah beberapa hari untuk mengumpulkan data pendukung buku.
Berikutnya, sang manajer, Jon Lempo bersama empat anak didiknya juga akan bertandang ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Rusia.
Di sana, mereka akan sosialisasi program antinarkoba yang tengah digalakkan UMY.
4 Mahasiswa Unmuh Yogyakarta Akan Berjuang Taklukkan Elbrus
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger