Laporan wartawan Tribun Medan,Array A Argus
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - NG Siang Seng (49) warga Jalan Garuda No28 A, Lingkungan III, Bantan Timur, Medan Tembung, Sumatera Utara tak mampu menutupi rasa dukanya.
Ia berulangkali menitikkan air mata tatkala mengingat anak sulungnya Hendry (28), yang tewas saat menumpangi pesawat Malaysia Air Lines MH 17 yang ditembak jatuh di perbatasan Rusia-Ukraina. Saat diwawancarai Tribun, Seng tampak terisak-isak. Ia berulangkali menyeka air matanya tatkala mengingat kepergian anaknya itu.
"Dia anaknya pendiam. Enggak banyak bicara. Dia itu anak pertama dari tiga bersaudara," kata Seng di depan rumahnya, Jumat (19/7/2014) siang.
Menurut Seng, sebelum kejadian ini, ia tak memiliki firasat apa pun. Karena saat pergi dari rumah sekitar 3 minggu yang lalu, anaknya itu baik-baik saja dan tidak menunjukkan tanda-tanda apa pun.
"Dia di Amsterdam ke tempat pamannya. Sudah tiga minggu dia di sana untuk liburan," ujar Seng yang kembali menangis.
Tubuh Seng bahkan nyaris roboh. Pria yang rambutnya hampir seluruhnya memutih ini lantas terdiam sembari sesenggukan, terisak-isak. Dalam kondisinya masih syok, anak kedua Seng, Angelin (26), adik korban, bertindak memapah ayahnya.
"Abang saya ini bekerja sebagai guru privat. Dia lulusan Universitas Cendana Jurusan Ekonomi. Setelah tamat tahun 2009 lalu, dia sibuk mengajar," kataAngelin.
Menurut Angelin, pihak keluarga mendapat kabar dari pamannya yang berada di Amsterdam mengenai pesawat yang ditumpangi kakaknya jatuh. "Kemarin malam, paman kasih kabar ke kami. Katanya pesawat yang membawa abang kami jatuh," ungkap Angelin sambil menangis.
Ia menjelaskan, sebelum kejadian, pada Kamis (17/7) siang sekitar pukul 12.00 WIB, kakaknya itu sempat memberi kabar akan pulang ke Indonesia.
"Setelah pukul 04.00 WIB, abang saya bilang dia mau lepas landas. Itulah saya terakhir kali berkomunikasi dengan dia," kata Angelin.
Namun, pada Kamis (17/7) malam, pihak keluarga dikejutkan dengan kabar duka cita tersebut. Mendengar kabar buruk itu, semua keluarga Hendry, termasuk ayah dan ibunya sontak panik.
Mereka tak henti-hentinya menangis memikirkan keadaan Hendry yang diduga tewas bersama penumpang lainnya; 280 penumpang dan 15 kru pesawat.
"Kalau ditanya harapan, kami berharap mudah-mudahan dia (Hendry) bisa pulang. Kami berdoa semoga kabar ini benar-benar tidak terjadi," ucap Angelin, menangis histeris sembari memegang foto Hendry semasa hidupnya. Sebelum dikabarkan tewas, Hendry berencana pulang ke Indonesia, dan dijadwalkan tiba pada Jumat (18/7/2014) sore.
Kata Angelin, kakaknya itu pulang ke Indonesia lantaran masa berlaku visa berkunjungnya telah habis. "Kemarin memang visanya sudah mau habis. Kebetulan saya juga berencana nikah pada bulan sembilan nanti. Dan dia pulang untuk menghadiri pernikahan saya," katanya.
Setelah mendapat kabar buruk ini, pihak keluarga kemudian berusaha mengontak kerabatnya yang ada di Amsterdam, Belanda.Menurut pihak keluarga yang ada di Amsterdam, rencananya Jumat 18/7 kemarin, pihak Malaysia Air Lines akan ke Ukraina untuk mengevakuasi seluruh jenazah korban.
"Kami juga tengah menunggu kabar dari pihak Kedutaan Malaysia. Mereka mengatakan akan berangkat ke Ukraina untuk mengurus dan mengevakuasi semua korban kecelakaan," kata Angelin.
Ia pun kembali berharap, agar jasad kakaknya itu segera ditemukan."Mudah-mudahan dia bisa kembali. Sebenarnya harapan keluarga, dia bisa pulang dan kembali mengajar seperti biasa," ungkap Angelin. Tak lama berbincang, pihak keluarga pamit untuk masuk ke dalam rumah.
Apalagi setelah ayah korban sempat nyaris rubuh saat diwawancarai awak media. "Sudah dulu ya bang. Ayah mau istirahat," kata Angelin yang hari itu mengenakan kaos putih sembari membawa bingkai foto kakaknya.