News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2014

Jokowi-JK Raih 53,07 Persen Suara di Lampung

Editor: Budi Prasetyo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bakal Capres-Cawapres PDI-Perjuangan Joko Widodo (kiri) dan Jusuf Kalla (kanan) mendeklarasikan sebagai pasangan calon Presiden dan Cawapres di Gedung Joang 45, Jalan Menteng Raya, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (19/5/2014). Pasangan Jokowi - Jusuf Kalla itu diusung empat partai yaitu PDI-Perjuangan, NasDem, PKB, dan Hanura. (Warta Kota/Henry Lopulalan)

TRIBUNNEWS.COM., BANDAR LAMPUNG - Rapat pleno rekapitulasi Pemilihan Presiden (Pilpres) KPU Provinsi Lampung ditutup dengan hasil akhir pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla unggul di Lampung. Pasangan capres-cawapres nomor urut dua itu meraih 2.299.889 suara atau 53,07 persen. Sementara pasangan nomor urut satu Prabowo Subaianto-Hatta Rajasa meraih 2.033.924 suara atau 46,93 persen.

Dalam rapat tersebut diketahui suara sah pada Pilpres 9 Juli 2014 lalu mencapai 4.333.813 suara dan suara tidak sah 27.179. Total suara sah dan tidak sah di Bumi Ruwa Jurai sebanyak 4.360.992.

Namun, karena ditemukannya banyak kesalahan penulisan data Daftar Pemilih, saksi dari kubu Prabowo-Hatta enggan menandatangani berita acara rekapitulasi tersebut. Saksi kubu Prabowo-Hatta, Aep Syarifudin mengatakan, pihaknya menemukan adanya ketidaktepatan jumlah daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) di tiga kota/kabupaten, Kota Bandar Lampung, Lampung Tengah, dan Tulangbawang.

"Kami menemukan ada jumlah DPT yang ditambah dengan dua persen surat suara cadangan tidak sesuai dengan jumlah surat suara terpakai," ujarnya seusai pleno.

Aep mengatakan, hal itu melanggar undang-undang yang mengatur jumlah surat suara cadangan dan berpotensi merugikan kubu Prabowo-Hatta. Penggunaan surat suara yang melebihi jumlah DPT dan 2 persen surat suara cadangan, menurut Aep menimbulkan dugaan adanya mobilisasi massa dan suara siluman.

Aep bahkan sempat melontarkan usulan untuk mengadakan pemungutan suara ulang (PSU). Hal itu dipicu dari kesalahan input DPKTb di Desa Terbanggi Besar, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah. Pasalnya, data DPKTb di desa tersebut nol. Namun dalam input data tingkat kecamatan data DPKTB menjadi sekitar 15.480 suara.

"Bagi kami hal ini merupakan kesalahan fatal. Bagaimana mungkin data bisa berbeda secara signifikan. Atas kekeliruan DPKTb itu. Kami minta PSU di kabupaten tersebut dilaksanakan segera, sebelum hasil rekap ini sampai tingkat nasional," kata Aep.

Ketua KPU Lampung Tengah Mutmainnah menjelaskan, perbaikan data tersebut merupakan hasil konsultasi dengan Ketua KPU Husni Kamil Manik saat berkunjung ke rekapitulasi di tingkat KPU Lampung Tengah.

"KPU Pusat menyarankan, tolong dikoreksi saja karena data itu tidak mempengaruhi hasil perolehan suara," kata Mutmainnah saat dikonfirmasi.
Menanggapi permintaan kubu Prabowo-Hatta untuk melakukan PSU, Ketua KPU Lampung Nanang Trenggono mengatakan, hal tersebut tidak bisa dilakukan.

"Pemungutan suara ulang tidak bisa dilakukan begitu saja. Pemungutan suara ulang hanya bisa dilaksanakan bila ada indikasi kecurangan pemilu. Sedangkan yang terjadi saat ini hanya kesalahan administrasi dan tidak mempengaruhi suara sah untuk kedua calon presiden," kata Nanang.

Menurut Nanang, ketidakcocokan data pemilih hanya membutuhkan perbaikan dan bukan merupakan permasalahan. Menurutnya, data pemilih yang kemarin menggunakan DPKTB justru akan dimanfaatkan KPU untuk memperbaiki data Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam pemilu selanjutnya. "Mereka yang masuk DPKTb itu menjadi dasar pemutakhiran DPT nantinya," kata dia.

Kendati tidak mempengaruhi perolehan suara sah bagi kedua calon presiden, Anggota Bawaslu Lampung Nadzaruddin Togakratu dengan tegas mengatakan, hal ini bukanlah persolan remeh. "KPU Lampung tampaknya tidak belajar dari pengalaman pemilu legislatif. Persoalan data pemilih ini dapat menimbulkan spekulasi beragam. KPU Lampung harus memberi sanksi kepada KPU kota/kabupaten yang salah melakukan kesalahan administrasi," ujar dia.

Nadzar menambahkan, Panwas akan melakukan investigasi terkait banyaknya pemilih yang menggunakan KTP. Nadzar menduga, kasus DPT ini terkait kekacauan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tidak dimutakhirkan.(ben)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini