News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Meraup Fulus dari Lokalisasi Sarkem

Editor: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Plang penunjuk jalan menuju Jalan Malioboro-Pasar Kembang (Sarkem)

Laporan Tim Wartawan Tribun Jogja

TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Bisnis prostitusi komersial di kawasan Pasar Kembang (Sarkem), Yogyakarta, semakin ramai. Dalam dua tahun belakangan, harga sewa rumah yang digunakan para mucikari menjalankan bisnisnya semakin tinggi.

Geliat kawasan prostitusi di Gang 3 RW 3 Sosrowijayan Kulon, Kelurahan Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen pada siang hari, seperti kampung lainnya. Tapi berubah total ketika malam menjelang sampai berganti hari.

Benar saja, keramaian malam Minggu menjadi meriah. Denyut aktivitas para PSK menjadi magnet tersendiri bagi lelaki hidung belang malam itu. Begitu pantauan Tribun Jogja saat menelusuri Gang 3 Sarkem Sabtu (9/8/2014) pukul 22.30 WIB.

Dari ujung gang, lantunan musik dangdut koplo dari rumah-rumah yang menjadi arena karaoke sudah mengusik gendang telinga. Penerangan lampu minim, membuat suasana Sarkem remang-remang. Pelita hanya terpancar dari neon box rumah-rumah itu.

Para PSK duduk berderet, dengan pose aduhai di beranda rumah yang menjadi etalase. Berharap para tamu langsung mendekat. Beberapa dari mereka memilih menunggu tamu di gang-gang yang jauh lebih sempit dan gelap.

Rumah-rumah yang disewa para mucikari kebanyakan milik penduduk asli Gang 3. Rumah itu setahun belakangan sebagian besar dilengkapi fasilitas karaoke. Hanya beberapa rumah saja berdasar penelusuran Tribun Jogja digunakan sebagai tempat bisnis prostitusi.

Sementara rumah-rumah yang masih ditinggali penduduk setempat, beberapanya dimanfaatkan untuk berjualan kebutuhan para PSK Sarkem dan pengunjungnya, semacam toko kelontong. Minuman dan aneka makanan lainnya.

Sebelum banyak tempat karaoke seperti saat ini, Sarkem tak seramai sekarang. Dengan jumlah PSK keluar masuk kawasan setiap hari mencapai 300 orang, kawasan itu menjadi cukup padat. Maka tak heran jika kini harga sewa rumah di Sarkem mencengangkan.

"Hasil sewa rumah sebulan di Sarkem bisa untuk sewa rumah setahun di daerah lain. Sebulan bisa sampai Rp 10 juta," kata seorang warga pemilik toko kelontong yang sudah menetap di Sarkem selama 62 tahun.

Ia menceritakan, sebelum semahal saat ini, tiap melayani tamu, PSK Sarkem hanya setor ke mucikari penyewa rumah Rp 5 ribu. Saat ini tiap melayani tamu, PSK harus setor minimal Rp 20 ribu ke penyewa rumah.

Meski harga sewa rumah di Sarkem tinggi dan penduduk asli sudah banyak yang memilih tinggal di luar kawasan, masih ada beberapa warga yang memilih tinggal di tempat itu. Nurhadi salah satunya, yang mengaku telah tinggal di lokasi itu sejak 10 tahun lalu.

Ia lebih memilih tinggal di situ karena harus menjaga rumah peninggalan orangtuanya yang sudah tiada. Geliat hidung Sarkem coba dimanfaatkan Hadi, sapaan akrabnya, untuk berdagang. Ia menggantungkan nasib hidupnya dari sebuah kios kecil.

"Lumayan untuk nambah-nambah pemasukan, lagi pula saya enggak mungkin pindah karena dulunya rumah ini milik orangtua saya sendiri," ungkap Hadi saat ditemui Tribun Jogja, Senin (11/8/2014) siang.

Di kiosnya, Hadi menjual beberapa barang, mulai dari rokok, air mineral, tisu, hingga cemilan ringan. Keramaian pengunjung Sarkem saat akhir pekan atau musim liburan, turut meningkatkan pemasukannya.

Di antara sejumlah barang dagangannya, ia berujar yang paling laris adalah rokok dan air mineral. Akhir pekan, Hadi bisa meraup untung Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu. Sementara hari biasa ia hanya bisa menjual lima sampai tujuh bungkus rokok.

"Kalau Jumat malam, malam Minggu atau pas liburan bisa banyak yang beli, terutama yang beli rokok. Ya kira-kira keuntungannya bisa naik tiga atau empat kali lipat lah," imbuhnya.

Meski tinggal di kawasan prostitusi sejauh ini dirinya merasa tak pernah mendapat masalah atau kendala. Menurutnya, semua tergantung pada masing-masing individu dan ia pun tetap berusaha menjalani hidup seperti biasa.

"Istri saya juga enggak ada masalah, kan kami juga tinggal dan hidup seperti biasa, kalau soal lingkungan (prostitusi) yang terjadi di sini, kami juga sudah biasa karena sudah lama tinggal di sini," tambahnya.

Penuturan serupa disampaikan Sulis, yang merupakan salah satu warga asli Gang 3. Bahkan, rumahnya berada persis di tengah-tengah rumah yang kini disulap menjadi tempat karaoke dan menjadi tempat transaksi prostitusi.

"Lha saya sudah tinggal di sini sudah hampir 50 tahun, sejak saya kecil sampai sekarang, mau pindah ke mana lagi, rumah saya cuma ini," ujar pria 60 tahun itu.

Sulis juga membenarkan beberapa warga asli wilayah setempat sebagian memilih pindah ke tempat lain dan menyewakan rumahnya untuk disewa mucikari dan PSK kawasan itu. Meski harga sewa di tempat itu terbilang mahal, namun ia mengaku tidak tergiur dengan keuntungan nominal rupiah itu.

"Enggak lah, saya masih merasa nyaman saja tinggal di sini, lagipula saya sudah tua mau pindah ke mana lagi, toh masih ada juga kok warga asli yang tinggal di sini," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini