News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Warga Gantungkan Nasib Pada Rafting di Sungai Ayung Bali

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dua tim saling beradu kecepatan saat mengarungi arus sungai Alas pada Indonesia Rafting Championship 2011 kelas head to head di Ketambe, Aceh Tenggara, kamis (24/11/2011). Sebanyak 16 tim dari tiga negara Indonesia, Malaysia dan Khazakstan mengikuti Kejuaraan Nasional Arung Jeram Alas Indonesia Rafting Championship. IRF World Cup Series 2011, yang berlangsung hingga Sabtu 26 November. Di kelas Head to Head Indonesia Rafting Championship 2011, tim DKI berhasil keluar sebagai juara I, disusul tim Khazakztan dan Jabar. Tribun Medan/Dedy Sinuhaji

TRIBUNNEWS.COM,DENPASAR - Sungai Ayung yang mengalir di perbatasan paling timur Banjar Sayan Agung, Desa Bongkasa, Abiansemal bALI, dikelola oleh Puri Banyuning Bongkasa.

Aliran deras dan banyaknya bebatuan di sepanjang aliran sungai, dijadikan objek wisata rafting.

Setiap hari wisatawan domestik dan mancanegara yang melakukan olahraga rafting di sana, rata-rata 100 orang.

Kelian adat setempat, I Ketut Suarga mengatakan keberadaan objek wisata rafting itu telah membuka lapangan pekerjaan bagi warganya. Sepulang sekolah, anak-anak setempat bekerja menjadi tukang acung.

Sementara orang tua dan remaja menjadi pemandu rafting, tukang angkut perahu karet dan fotografer.

"Hampir 70 persen warga sini menggantungkan nasibnya dari objek wisata rafting," ungkapnya.

Restoran yang dibuat Puri Banyuning Bongkasa untuk menjamu para wisatawan usai olahraga rafting, kata Suarga, juga mengurangi pengangguran warga banjarnya.

"Kalau tidak ingin bekerja di lapangan, khususnya para pemudi, mereka bisa memilih bekerja di restoran," ungkapnya.

I Wayan Sudiarta, adalah warga Banjar Sayan Agung yang bekerja sebagai fotografer rafting.

Sejak ada operator rafting tahun 2007 ia tidak lagi susah payah mencari pekerjaan.
Sebelum Sungai Ayung dijadikan objek wisata rafting, semua pekerjaan sudah pernah dilakoni.

Mulai dari buruh bangunan, jualan di pasar, dan pekerjaan serabutan lainnya.

"Syukur keluarga puri telah menjadikan ini objek wisata. Kalau tidak, entah di mana saya sekarang," ujarnya saat ditemui di Sungai Ayung.

Kepada Tribun Bali, Suarga mengatakan alasan Sungai Ayung tidak dikelola banjar.

Itu disebabkan banjar tidak memiliki dana membuat akomodasi pariwisata dan memasang iklan untuk memancing daya tarik wisatawan.

"Warga sama sekali tidak keberatan bila keluarga puri mengelola sungai itu. Sebab, banjar mendapat profit Rp 500 ribu per bulan dari pihak puri," ungkapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini