TRIBUNNEWS.COM, SIAK - Kasus pembunuhan dan mutilasi yang terjadi di Desa Pinang Sebatang Barat, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak, Provinsi Riau dan memakan tujuh korban jiwa menjadi perhatian banyak pihak.
Deceu Berlian Purnama, Pengamat Psikologi Sosial UIN Suska Riau sekaligus Ketua Lembaga Riset dan Aplikasi Psikologi Sosial UIN Suska Riau memberikan analisisnya terhadap kasus ini.
Berikut analisis dari Deceu Berlian Purnama yang disampaikan kepada redaksi Tribun Pekanbaru (Tribunnews.com Network):
Tindakan pembunuhan sadis mutilasi dengan korban tujuh orang di Siak, Bengkalis dan Rokan Hilir merupakan bentuk refleksi atas kekesalan dari pelaku yang tidak dibenarkan dari sudut pandang apapun. Ini merupakan tindakan keji.
Pembuhuhan dengan cara memutilasi korban selain untuk menghilangkan jejak juga sebagai bentuk pelampiasan atas rasa frustasi dan dendam masa lalu dari si pelaku.
Jika dilihat dari kronologisnya, besar kemungkinan si pelaku merupakan korban seks menyimpang (sodomi). Kuat dugaan bahwa kasus pembunuhan keji dengan cara memutilasi korban ini merupakan rasa balas dendam, dengan cara melampiaskannya kepada orang lain.
Pelaku yang melakukan sodomi memang sebagian besar merupakan korban sodomi. Jadi saat korban sudah bisa melampiasan nafsu menyimpangnya, akan tentu timbul rasa dendam berkecamuk dalam pikirannya. Menghabisi nyawa korban dengan cara yang keji merupakan salah satu bentuk pelampiasan dendam tersebut. Tidak heran jika belakangan diketahui alat vital dari korban dipotong dan digoreng. Itu semata-mata juga bagian dari cara si pelaku untuk mencabik-cabik rasa dendamnya kepada korban.
Jika banyak kalangan yang menduga hal tersebut dilakukan atas suruhan oleh sang dukun, rasanya itu hanya pengalihan fakta oleh si pelaku, dan cenderung berhalusinasi, dan ini kerap dilakukan oleh pelaku pembuhuhan keji lainnya.
Namun, sebelum melakukan mutilasi, dan korban melakukan sodomi, rasa dendam dan frustasi itu sebenarnya belum muncul. Awal bertemu dengan korban yang ada dalam pikiran pelaku hanyalah bagaimana dirinya bisa melampiaskan nafsunya. Disaat ada korban, ada kesempatan dan korban juga mudah untuk dirayu dan dibujuk maka disaat tersebut lah kasus ini mulai terjadi.
Setelah nafsu si pelaku terlampiaskan, pikirannya kian berkecamuk. Semua bercampur aduk menjadi satu, mulai dari bagaimana cara agar aib dari hubungan terlarang tersebut tidak tersebar dan kemudian muncul pikiran keji untuk membunuh korban agar tidak buka mulut, kemudian muncul pula rasa frustasi, dan terakhir rasa dendam masa lalu pun ikut muncul dalam pikiran si pelaku. Maka tidak heran tindakan keji untuk membunuh korban dengan cara mutilasi menjadi pilihan si pelaku.
Selain disebabkan rasa dendam, pembunuhan dengan cara yang keji biasa timbul juga akibat dari bisikan halusinasi dari si pelaku. Bisikan ini sebenarnya datang dari fantasi memori pikiranya sendiri, akibat dari kejadian masa lalu yang mengecewakan dirinya. Untuk kasus ini ada kemungkinan si pelaku mengalami gangguan kejiwaan. Semua fantasi memori itu berawal dari pikiran alam bawah sadarnya, namun untuk membuktikannya tentu harus melalui tes psikologi dan kejiwaan.
Pelaku pembunuhan keji dengan cara mutilasi dan disodomi ini harus dihukum berat, supaya ada efek jera. Termasuk dengan cara mengisolir si pelaku dari tengah masyarakat. Sebab, pelaku sodomi yang kemudian nekat melakukan mutilasi ini, akan terus berulang untuk melakukan hal yang sama. Ini tentu dapat membahayakan lingkungan tempat dimana si pelaku bertempat tinggal. Jadi tidak heran jika ada beberapa negara yang menghukum pelaku sodomi dengan cara mengebiri. Sebab mereka tahu betul apa akibatnya jika ini dibiarkan begitu saja.
Kasus seperti ini terjadi karena adanya penyimpangan aturan norma-norma yang berlaku di tengah masyarakat. Baik aturan nilai-nilai hukum agama dan adat serta ketidaknormalan sifat rasa kemanusiaan secara keindividuan dari si pelaku. Hal ini disebabkan dari banyak faktor, mulai dari rendahnya pemahaman mereka tentang agama, hingga banyaknya situs-situs porno dan komik-komik yang belakangan ini begitu mudah diakses dan didapatkan. Bahkan secara terang-terangan disana jelas dipertontonkan dan dijelaskan bagaimana prilaku seks menyimpang tersebut.
Anak-anak dan remaja paling rentan menjadi korban akibat dari tontonan ini. Sebab mereka awalnya hanya ingin meniru dan mencoba namun lama-lama bisa ketagihan dan mereka tidak memikirkan apa akibat yang harus dia tanggung kedepan.
Selain itu, kasus pembunuhan dengan cara mutilasi yang keji ini juga terjadi akibat kurangnya kesadaran dan kontrol etika di tengah masyarakat kita. Kontrol etika sosial kita sekarang masih lemah. Ini dapat dilihat dari moral generasi mudah yang kurang baik. Padahal daerah ini selalu digadang-gadangkan dengan masyarakatnya yang agamis. Padahal dibalik itu kita semua tidak tahu jika generasi kita semua dalam acaman. Terlebih bagi mereka yang tidak dibekali dengan ilmu agama.
Maka itu, yang harus dilakukan adalah bagaimana semua pihak, mulai dari aparat kepolisian, pemerintah, aparat desa, guru hingga orang tua bisa memberikan rasa aman kepada anak-anaknya dengan membekalinya pemahaman tentang aturan-aturan agama. Agar masyarakat dan terutama anak-anak tidak dihantui rasa ketakukan.
Begitu juga dengan alim ulama juga bisa melakukan syiar ditengah masyarakat dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk menekankan betapa pentingnya berpilaku dan bersosial dengan yang benar. Baik antar sesama jenis kelamin maupun berbeda jenis kelamin. Semua harus berpedoman dengan norma dan adab baik menurut adat, hukum serta agama.
Orang tua, sebagai garda terdepan bagi anak-anaknya juga harus selalu mengawasi anak-anaknya lebih ekstra lagi. Anak-anak yang bermain diluar rumah usahakan tetap dalam pengawasan yang termonitor oleh panca indra orang tua. Melindungi anak dari orang-orang yang bukan muhirim dan orang-orang yang tidak dikenal patut dilakukan oleh para orang tua.
Mewaspadai orang-orang terdekat juga harus menjadi perhatian penting. Sebab banyak kejadian pembunuhan keji dan sodomi yang ternyata dilakukan oleh orang terdekat korban sendiri. Kewaspadaan tersebut tentu dilakukan dengan cara yang tidak dibarengi dengan prasangka buruk terhadap orang terdekat di sekitar kita.
Penting juga bagi orang tua, untuk menekankan kepada anak-anak, untuk tidak mudah tergiur dengan iming-iming atau janji manis apapun. Baik dari orang yang tidak dikenal maupun orang yang sudah dikenal. Sebab banyak kejadian bermula dari modus iming-iming. Jangan hiraukan modus-modus irasional seperti dukun dan lain sebagainya.
Kejadian mutilasi dengan korbah tujuh orang, yang sebagian besarnya anak-anak ini menjadi warning bagi seluruh komponen, terutama pendidik (guru) dan ulama serta lembaga terkait untuk sama-sama mengedukasi masyarakat tentang norma dan adab bermasyarakat yang benar. Termasuk larangan keras terhadap prilaku seksual yang menyimpang, pembuhunan, mutilasi dan tindakan kekejian lainya. (Cr4)