Laporan: Ilham / Tribun Timur
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia menantang Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo bicara dugaan korupsi APBD Sulsel Rp 164,1 miliar untuk megaproyek Pemprov Sulsel, Center Point of Indonesia (CPI) di bibir pantai barat Losari.
Kordinator Kopel Indonesia Syamsuddin Alimsyah menyusul kabar ancaman Syahrul kepada wartawan beberapa hari lalu. Syahrul ancam somasi jurnalis yang menanyakan kasus dugaan korupsi proyek penimbunan laut itu.
"Semakin banyak komentar semakin terbuka masalahnya. Data Kopel itu kuat. Itu sudah melalui tahapan penelitian yang panjang. Bagaimana gubernur mempertanggungjawabkan anggaran CPI?. Dulunya (CPI) untuk istana negara dan sudah ratusan miliar uang APBD habis ke sana.
malah sampai harus ngutang Rp 23 miliar. Sekarang malah dia (SYL) rubah menjadi istana rakyat. Apa defenisi istana rakyat?. Penyusunan anggaran itu tidak bisa dilakukan tiba masa tiba akal.
Dia harus terencana dan melalui kajian yang komprehensif. Dan terpenting harus melalui persetujuan DPRD," jelas Syamsuddin kepada Tribun, Rabu (3/9/2014).
CPI adalah kawasan megaproyek multifungsi yang digagas Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo (SYL) pada tahun pertama periode perdana pemerintahannya di Sulsel, 2009.
Syahrul berencana di kawasan seluas 157 hektar itu akan dibangun pusat bisnis, hotel, perkantoran, hiburan modern, dan lapangan golf, busway, monorel, helipad, dan seterusnya.
Proyek yang tidak masuk RPJMD Syahrul-Agus ini punya dua nama setelah sekali ganti nama. Awalnya, dinamakan Equilibrium Center Park (ECP). Belakangan, berubah nama jadi Center Point of Indonesia (CPI) atau Central of Indonesia (COI).
Setelah enam tahun proyek berjalan tunggang langgang, kucuran duit APBD Sulsel Rp 164,1 miliar dipertanyakan. Pasalnya, CPI masih tinggal nama, yang ada di lapangan adalah hanya penimbunan, pengerasan, konstruksi jalan tanah dan pembangunan jembatan. DPRD Sulsel pun tak tahu kemana duit negara sebanyak itu.
Syamsuddin Aimsyah menyebut ada kejanggalan dalam proyek CPI karena tidak pernah masuk dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Sulsel (2008-2013).
RPJMD adalah panduan dan implementasi visi misi DPRD dan Pemprov sebagai dasar hukum pencairan dana, duit APBD Rp 164,1 miliar itu.
Kopel melihat CPI hanya proyek buang-buang uang negara. Hanya mimpin bangun istana kepresidenan. "Niat hendak bangun istana, rajanya sendiri tidak menginginkan," kata Syamsuddin saat menyerahkan dokumen hasil investigasi di Redaksi Tribun Timur, beberapa hari lalu.
Kopel merinci, dugaan korupsi CPI tercium lantaran pakai duit negara namun tidak melalui persetujuan DPRD Sulsel, lelang proyek pun tidak jelas.
Simpang siur, sebelumnya, Pemprov Sulsel dikabarkan melaksanakan proyek itu dengan menggandeng PT Yasmin Bumi Asri selaku investor.
Ternyata penimbunan atau pengerjaan oleh Ciputra.
Dikabarkan pula, lahan CPI diduga sudah dijual ke pihak swasta, ada 100 hektar disebut-sebut akan diambil Investor.
Kategori Korup
Menurut Syamsuddin, ada beberapa masalah perencanaan dan penganggaran CPI yang diduga masuk sebagai kategori korup.
Diantaranya, CPI tidak masuk dalam RPJMD Sulsel 2008–2013. Padahal total anggaran yang sudah dikeluarkan Pemprov Sulawesi Selatan sebesar Rp. 141.148.560.000,- yang bersumber dari APBD Sulsel sejak Tahun 2009-2013.
Keduua, selain menggunakan dana APBD Sulsel, Pemprov Sulsel juga menggunakan pinjaman dari Pusat Investasi Pemerintah (PIP) sebesar Rp. 23.000.000.000,- untuk pembangunan jalan dan jembatan CPI sepanjang jarak 0,80 Km.
Padahal dalam proposal pinjaman ke PIP, dana PIP akan dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur jalan di Sulawesi Selatan.
"Sehingga total anggaran yang digunakan sebesar Rp 164.148.560.000," ungkap Syamsuddin. (*)