Hal tersulit baginya adalah menyatukan niat. Niat badal untuk orang lain, harus disebutkan atas nama orang yang dibadalkan itu. Secara fisik, Ustaz Aziz tidak bermasalah dalam menjalankan prosesi mulai dari rukun sampai wajib haji.
Namun, secara psikis, Ustaz Aziz memiliki tantangan berat.
Dia harus rajin mengingatkan diri sendiri kalau semua prosesi haji yang dilakukannya adalah atas nama orang lain. Begitu juga saat menjalani wukuf di Padang Arafah.
Dia harus melakukan doa dengan memposisikan diri sebagai orang yang dia badalkan.
Ustaz Aziz mengaku harus terus menguatkan niat badal agar tidak salah, meskipun sekadar memikirkan namanya dalam niat.
”Setiap menjalani prosesi haji, saya harus mengucap niat untuk orang yang saya badali. Saya juga berusaha terus mengingat wajah dan sosok beliau. Tentu ini adalah hal yang sulit untuk dilakukan. Menunaikan haji tetapi untuk orang lain, sungguh berat bebannya,” sambungnya.
Berbeda saat dia membadalkan orangtua dan mertuanya. Ustaz Aziz mengenal sosok mereka, baik wajah maupun sifatnya.
Mengenal figur memudahkan dia menjalankan prosesi haji. Nah, sebelum dia menerima amanah badal untuk orang lain, dia mengaku mempelajari dulu riwayat orang itu.
Tahun ini, sebenarnya ada beberapa orang yang meminta bantuan untuk membadalkan keluargamua.
Namun, Ustaz Aziz tidak serta merta mau menerima amanah itu. Dia memberikan amanah itu kepada petugas haji yang tingkat keimanannya bisa dipertanggungjawabkan.
”Tahun ini saya tidak berangkat (menjadi pendamping haji). Saya konsen di Tanah Air. Jadi untuk haji badal yang diamanahkan ke kami, kami mintakan ke petugas di sana. Tentu petugas itu sudah kami kenal naik dan sudah kita ketahui tingkat keamanannya,” kata Ustaz Aziz.
Disinggung apakah mau menerima amanah haji badal lagi, Ustaz Aziz hanya melempar senyum. Secara prinsip, dia tidak akan pernah menawarkan diri.
Dia hanya akan menerima kalau secara fisik dan psikis siap.
”Kalau itu ya Wallahualam,” katanya sembari tersenyum. (miftah faridl)