TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA - Pemerintah Kabupaten Kutai Timur resmi menggugat Kejaksaan Agung RI ke Pengadilan Negeri Sangatta, Kutai Timur, atas dugaan perbuatan melawan hukum. Lembaga Adiyaksa itu dinilai melanggar hukum karena tidak segera mengembalikan uang Rp 576 miliar milik Pemkab Kutai Timur.
Uang tersebut merupakan hasil dari penjualan lima persen saham pemkab di PT Kaltim Prima Coal (KPC). Uang itu disita oleh Kejagung RI saat kejaksaan melakukan penyidikan sejumlah tersangka yang dinilai terlibat dalam kasus korupsi uang hasil penjualan saham tersebut. Saham lima persen diperoleh pemkab sebagai golden share dari pemilik KPC terdahulu--Rio Tinto dan BP--sehingga pemkab tidak mengeluarkan uang sepeser pun.
Menurut kuasa hukum Pemkab Kutai Timur, Hamzah Dahlan, Minggu (21/9/2014), gugatan didaftarkan 18 September lalu di Pengadilan Negeri Sangatta. Pemkab menggugat empat tergugat sekaligus yakni Kejagung (tergugat 1), Kejagung Bidang Pidana Khusus (tergugat II), Kejaksaan Tinggi Kaltim (tergugat III) dan Kejaksaan Negeri Sangatta (tergugat IV).
Kepala Kejaksaan Negeri Sangatta, Tety Syam, saat dikonfirmasi Tribun Kaltim (Tribunnews.com Network), Minggu (21/9/2014) malam mengatakan sampai saat ini pihaknya belum menerima surat gugatan yang diajukan oleh kuasa hukum Pemkab Kutai Timur kepada institusi yang dipimpinnya.
Akan tetapi ia menduga kemungkinan hal ini hanya masalah waktu saja karena kebetulan kemarin bertepatan dengan libur akhir pekan dan PN Sangatta yang menerima gugatan tersebut belum memberikan kepada pihaknya.
"Saya sekarang belum dapat surat jadi besok saya lihat ke kantor pagi-pagi karena Sabtu dan Minggu libur jadi belum ada dari PN karena mereka masukan suratnya lewat PN," katanya.
Meski demikian secara umum pihaknya siap mengajukan gugatan yang disampaikan oleh Pemkab Kutai Timur dan nantinya akan melihat materi. Gugatan yang dimaksud apakah masuk kategori wanprestasi atau melawan hukum.
Sementara saat disinggung tentang pokok gugatan yang disampaikan oleh kuasa hukum penggugat, Tety menjelaskan bahwa secara umum pihaknya tidak punya niat untuk menunda-nunda eksekusi uang sebesar Rp 576 miliar yang merupakan hasil penjualan 5 persen saham PT KPC yang berdasarkan keputusan MA dikembalikan kepada Pemkab Kutai Timur.
Namun masih memang menunggu terlebih dahulu petunjuk dari pimpinan mengenai eksekusi sebagaimana mekanisme yang selama ini berlaku.
Surat dari Kejati Kaltim yang merupakan tembusan dari Kejagung baru diterimanya pada tanggal 16 September kemarin dan setelahnya pihaknya langsung mengirimkan surat lanjutan kepada pihak-piak terkait seperti Bank Mandiri, KPPN Bontang serta Pemkab Kutim mengenai rencana eksekusi.
Hanya saja rencana eksekusi ini memang tidak bisa serta merta dilakukan karena memang harus ada pembicaraan bersama terlebih dahulu mengingat nominal barang bukti yang akan dieksekusi tak bisa dikatakan sedikit.
"Kita tidak menunda pelaksanaan karena kita minta petunjuk pimpinan dulu apalagi jumlahnya tak sedikit," katanya.
Bahkan pihak Bank Mandiri sudah berencana untuk mendatangkan tim legal langsung dari Jakarta untuk duduk bersama dengan Kejaksaan, Pemkab Kutai Timur dan Kantor Pajak yang jika tak ada halangan dilaksanakan di Kantor Kejati Kaltim tanggal 24 September nanti.
Di pertemuan itu akan dibicarakan tindak lanjut eksekusi termasuk pajak terutang yang juga harus dibayar dari barang bukti tersebut.