TRIBUNNEWS.COM,BANYUWANGI- Penolakan pelaksanaan UU Pilkada yang mengembalikan sistem pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD juga muncul di Banyuwangi.
Aktivis mahasiswa GMNI, PMII, dan HMI yang tergabung dalam aliansi Cipayung Banyuwangi, Rabu (1/10/2014) siang mengelar unjukrasa menolak UU Pilkada.
Mahasiswa berunjukrasa dengan longmarch dari kampus Universitas 17 Agustus 1945 menuju perempatan jalan A Yani.
Di sini, mahasiswa mengelar teatrikal dengan membuat lingkaran manusia.
Di tengah lingkaran mahasiswa mengusung keranda sebagai simbol matinya kehidupan berdemokrasi di Indonesia dan menampilkan dua sosok rakyat tanpa baju yang mengelepar di aspal dengan leher terikat tali.
Selanjutnya, mahasiswa mengelar spanduk putih pengalangan tanda tangan menolak UU Pilkada dan kemudian berunjukrasa di gedung DPRD Banyuwangi.
"Tuntutan kami sama dengan tuntutan mahasiswa lain di Indonesia, yakni menolak UU Pilkada," ucap Made Brian, koordinator aksi.
Menurut Brian, meskipun presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan akan mengeluarkan peraturan pemerintah penganti UU Pilkada, yang otomatis menggugurkan UU Pilkada, demo atau unjukrasa tetap harus dilakukan.
"Ini sebagai simbol suara warga Banyuwangi yang menolak UU Pilkada, terlebih pada 2015 mendatang, Banyuwangi akan melakukan pemilihan bupati. Kami ingin memilih bupati secara langsung bukan lewat DPRD," ucapnya.
Untuk langkah selanjutnya, aliansi Cipayung Banyuwangi akan membuka posko pengalangan tandatangan menolak UU Pilkada.
Petisi ini nantinya dikirim ke Mahkamah Konstitusi atau melalui jaringan organisasi yang akan mengajukan judisial review ke Mahkamah Konstitusi.
Sementara itu, Joni Subagio, wakil ketua DPRD Banyuwangi yang menemui mahasiswa memastikan akan menyampaikan aspirasi penolakan UU Pilkada ini ke DPR RI.
Harapannya, anggota DPR RI yang baru dilantik hari ini mengetahui kondisi di Banyuwangi yang menolak UU Pilkada.
"Nanti kami fax petisi dari mahasiswa. Agar DPR yang baru tahu ada penolakan UU Pilkada di Banyuwangi," ucapnya.