TRIBUNNEWS.COM,MOJOKERTO - Pelaku gula saat ini menjerit dengan situasi sulit yang mereka alami.
Situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bahkan, di PG Gempol Kerep Mojokerto kini hasil giling tebu berupa gula terus menumpuk di pabrik.
Seharusnya dalam waktu 15 hari, gula-gula itu sudah harus jatuh ke pasar dengan cara dilelang.
Humas PG Gempol Kerep, Syamsu, menuturkan bahwa pihaknya kesulitan melepas gula hasil produksinya.
"Selama 30 tahun saya bekerja di PG. Baru kali ini saya menemukan situasi sulit. Tak ada yang mau membeli gula kami. Gula terus menumpuk di pabrik. Ini bukan gudang," ucap Syamsu kesal setengah pasrah, Rabu (15/10).
PG Gempol Kerap pada musim giling tahun ini menargetkan hasil gula sekitar 65.000 ton. Gula-gula ini terus menumpuk karena tak terserap pasar.
APTR setempat gagal melelang gula dengan harga Rp 8.100 per kilogram. Padahal harga ini sudah harga terendah dan jauh dari harga ideal.
Harga idel adalah minimal Rp 8.500 per kilogram. Harga ini akan bisa memberi surplus bagi petani setelah dipotong biaya operasipnal.
Namun situasi saat ini sangat sulit mencapai harga itu. Meski dengan membanting harga di tingkat lelang, tetap saja tak laku.
Sampai akhirnya memilih melelang ke kota lain. Situasi yang sama terus dialami. Tak laku.
Padahal hasil penjualan gula dengan lelang oleh APTR itu sangat dinantikan tidak hanya PG, tapi juga petani.
Sebab, sumber dana dan keuangan untuk biaya operasional seluruh PG dan petani adalah dari lelang gula.
Jika kondisi ini terus terjadi tanpa ada perubahan situasi, PG Gempol Kerep terancam tidak melanjutkan proses giling.
Saat ini, proses giling belum mencapai 40 persen. Tidak mungkin menggiling sementata di areal prosuksi menumpuk ribuan ton gula. Gula hasil PG ini diklaim yang paling baik.