News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Anak Muda Suka Museum

Ini Salah Satu Cara Menyiasati Dana Pengelolaan Museum

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah siswa SD mencatat keterangan beberapa benda bersejarah saat mengunjungi pameran Museum Mark di Museum Ronggowarsito, Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (28/10/2014). Pameran tersebut guna meningkatkan pengetahuan siswa akan peninggalan bersejarah. (Tribun Jateng/Wahyu Sulistiyawan)

TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Masalah dana sering menjadi alasan bagi pengelola museum untuk berkembang.

Anggota The International Council of Museum (ICOM), Ina Silas, tidak menyangkal banyak museum yang mengeluhkan masalah dana.

Ina selama ini sering memberikan sosialisasi manajemen museum profesional di berbagai daerah di Indonesia.

Dari pengalaman berinteraksi dengan lembaga museum yang dikelola swasta maupun pemerintah, pengelolaan banyak yang tidak sesuai dengan kriteria ICOM.

“Mereka ada kok yang tahu bagaimana mengelola museum secara profesional. Namun tidak itu dilakukan karena terbentur dana,” ujarnya.

Untuk mengelola museum secara profesional, memang dibutuhkan dana yang tidak sedikit.

Apalagi, lanjut dia, ICOM mengamanatkan lembaga museum tidak berorientasi profit atau keuntungan finansial.

Masalah inilah yang membuat museum tidak berkembang sehingga kurang digemari masyarakat.

General Manager House of Sampoerna ini memberikan masukan kepada pengelola museum terutama milik pemerintah.

Jalan keluar dari tingginya pendanaan museum, menurut dia, adalah dengan membentuk yayasan. Artinya, museum dikelola yayasan, bukan dinas di bawah pemerintah.

Dengan berbentuk yayasan, lanjut Ina, pengelola bisa membuka kran pendanaan.

Selama ini, pendanaan yang bersumber pada APBD dianggapnya tidak efektif.

Pasalnya, politik anggaran pemerintah belum berorientasi pada pengembangan museum sebagai bagian dari pembangunan karakter.

“Dengan berbentuk yayasan, pengelola bisa melibatkan masyarakat untuk mengembangkan museum. Namun begitu, masuknya dana dari luar memiliki konsekuensi yang tidak sederhana. Pengelola harus berani terbuka atau transparan terhadap publik, khususnya masalah keuangan,” ujarnya.

Dana yang diterima pengelola statusnya hibah. Sumbernya bisa dari perorangan maupun perusahaan.

Dia mencontohkan dana dari corporate social responsibility (CSR). Bisa juga melalui skema pendanaan dari kota, provinsi, dan pusat.

Ina mengatakan, pemerintah kota akan kesulitan mendanai 100 persen kegiatan museum.

Dia menegaskan, ketika masyarakat menjadi penyumbang dana, maka museum sudah menjadi ruang publik yang benar-benar akuntabel dan transparan.

Pengelola harus mau repot membuat laporan keuangan yang detail untuk diserahkan kepada lembaga-lembaga audit, seperti BPK atau bahkan KPK.

Masih kata Ina, selain membantuk yayasan, pengelola harus memiliki visi dan misi yang dijabarkan dalam program yang jelas.

Satu di antara syarat yang ditetapkan ICOM untuk museum adalah memiliki program yang berkesimbungan.

Program-program ini bisa mengikis kesan musem sebagai gudang penyimpanan barang bersejarah saja. (idl)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini