News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Berita Eksklusif Jawa Timur

Wartawan Asing Kaget Perempuan AS Bela Republik

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Sukarno ingin generasi muda mengetahui jasa Muriel Stuart Walker alias K tut Tantri.

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Radio pemberontakan di bawah kendali Bung Tomo sering menyiarkan suara perempuan berbahasa Inggris.

Berkat siaran itu pula, Inggris dan Belanda serta dunia internasional tahu informasi pergolakan di Surabaya.

Bagi pasukan gerilya, pemilik suara itu tidak asing lagi: Muriel Stuart Walker alias K’tut Tantri  (1898-1997).

Tapi bagi pihak musuh, suara itu perempuan itu cukup menggelisahkan. Apalagi, aksen bahasa Inggrisnya sangat fasih selazimnya native speaker.

Misteri pemilik suara di radio yang selalu membela eksistensi republik itu akhirnya diungkap kepada pers asing, sebulan setelah pergolakan November 1945.

Tidak main-main, Presiden Sukarno yang berkuasa di Yogyakarta, sengaja menggelar konferensi pers di Hotel Selecta, Batu. Bung Karno mengundang semua koresponden media asing dari Jakarta untuk mewawancarai Tantri di Batu, 21 Desember 1945.

Buktinya adalah foto koleksi IPPHOS (Indonesian Press Photo Service) yang dipajang dalam buku “Revolusi di Nusa Damai” tahun 1965, lalu diterbitkan ulang oleh Gramedia Pustaka Utama, 2006.

“Saya lihat kolonialisme menjatuhkan bom semena-mena atas Surabaya. Inilah yang menggerakkan lidah saya berbicara di depan radio pemberontakan, menceritakan kepada dunia tentang keadaan yang sebenarnya,” kata Tantri kepada para wartawan, seperti tertulis pada keterangan foto itu.

Tantri bercerita, Hotel Selecta kala itu milik pengusaha Swiss. Meski termegah se-Jawa, dindingnya banyak yang bolong tertembus peluru. Dataran tinggi Batu memang jadi pangkalan pasukan gerilya.

Tantri saat itu memakai gaun plus ban lengan merah putih bertuliskan “Merdeka atau Mati”.

Saat itu, kenangnya, seluruh komandan tentara di Jatim hadir, termasuk Bung Tomo yang datang secara incognito (menyamar) tetapi hanya Bung Karno yang tetap mengetahui kehadirannya.

Bung Tomo perlu menyamar karena bagaimanapun Belanda belum angkat kaki sepenuhnya dari Jawa.

“Ada kira-kira selusin wartawan asing dari Inggris, Amerika, Australia, Kanada, Prancis tetapi tak seorang pun dari Belanda. Sedangkan wartawan Asia berasal dari India dan Tiongkok. Radio-radio besar dan kantor-kantor berita mengirimkan wakilnya --BBC, NBC, Associated Press, Reuters-- begitu juga majalah seperti Life, Time dan Newsweek dan beberapa surat kabar penting dari Amerika Serikat, Inggris dan Australia,” tulis Tantri.

Benarkah cerita Tantri? Lanjutan tulisan ini besok, Kamis (13/11/2014) bahas kliping koran yang memuat konferensi pers di Hotel Selecta, 21 Desember 1945 itu.

Sekarang, kita dengar dulu cerita Tantri yang tentu dipandang sebagai pengkhianat bagi negeri kelahirannya, Inggris, dan sekutunya, Belanda.

Ia menyadari, Belanda juga memusuhinya karena berperan menghalangi kembalinya kolonialisme di Indonesia.

“Secara pribadi, saya tidak membenci orang Belanda tapi semata-mata membenci kolonialisme Belanda,” tuturnya.

Tantri mengaku, usai konferensi pers itu diminta oleh seorang pemimpin untuk berkenalan langsung dengan Bung Karno.

Namun, Tantri menolak karena segan dan ingin segera kembali ke basis persembunyiannya.

“Hari berikutnya, berbagai pemancar radio menyiarkan kisah itu, dan aku merasa sedih dan heran setelah tahu kehidupan pribadiku lebih penting dalam pandangan pers daripada perjuangan 70 juta rakyat untuk merdeka,” tulisnya.

Bagaimana jalan hidup K’tut Tantri setelah Indonesia berdaulat penuh, apa mimpinya dan hari-hari terakhir wafatnya? Silakan ikuti tulisan besok. (yuli akhmada)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini