TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengungkapkan bentrokan TNI-Polri yang terjadi kedua kali dalam tiga bulan terakhir di Batam menunjukkan makin buruknya hubungan psikologis antara kedua institusi aparatur keamanan tersebut.
IPW menilai, ada tiga penyebab utama dalam kasus bentrokan TNI-Polri di Batam. Pertama, tidak terkendalinya aksi backing membacking, baik dalam bisnis legal maupun ilegal, yang dilakukan oknum-oknum kedua institusi.
"Kedua, masih membaranya dendam kesumat antar oknum kedua institusi pasca bentrokan 21 Sep 2014, yang menyebabkan empat anggota Batalion 134 Tuah Sakti tertembak," ujar Neta, Rabu (19/11/2014).
"Ketiga, penggunaan seragam loreng militer pada anggota Brimob, yang dinilai sebagai wujud arogansi Polri," tambahnya.
Penggunaan seragam loreng pada Brimob, lanjut Neta, telah membuat lapisan bawah TNI tersinggung hingga gampang terpicu emosinya jika berhadapan dengan anggota Brimob.
IPW mendesak pemerintah harus segera memerintahkan Kapolri Sutarman agar mencabut penggunaan seragam loreng pada Brimob. Jika hal ini tidak dilakukan, Neta meyakini, bentrokan TNI-Brimob dikhawatirkan akan meluas ke daerah lain.
Dengan terjadinya bentrokan di Batam, sambungnya lagi, pemerintah perlu segera mencopot Kapolda Kepri dan Danrem setempat serta mengevaluasi dan mencopot kepemimpinan TNI-Polri.
"Bagaimana pun bentrokan ini tak terlepas dari kelenggahan elit-elit TNI-Polri dalam mencermati dinamika di Batam pasca bentrokan 21 Sep 2014 lalu. Bentrokan kedua yang terjadi di Batam, tidak hanya menakutkan masyarakat, tapi juga akan membuat investor asing takut masuk ke Indonesia," Neta menegaskan.
Padahal sebelumnya, imbuhnya, dalam forum APEC dan G-20, Presiden Jokowi mengundang para investor agar masuk ke Indonesia.
"Bagaimana mereka mau masuk jika tidak ada jaminan keamanan di Indonesia, mengingat antar aparat keamanan saja saling tembak dan terus menerus bentrok," pungkasnya.