TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Kalangan pendidikan Jatim menolak kurikulum 2013 yang sudah berjalan dua tahun diubah atau dikembalikan lagi ke kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Mereka hanya meminta ada penyempurnaan isi dan implementasi kurikulum 2013.
Hal ini terungkap dalam pertemuan antara kalangan pendidikan Jatim bersama Komisi X DPR RI di Kantor Grahadi, Jumat (28/11/2014).
Hadir di pertemuan itu Kepala Dinas Pendidikan Jatim Harun, Ketua Dewan Pendidikan Jatim Prof Zainuddin Maliki, ketua PGRI, perwakilan LPMP, serta sejumlah kepala sekolah dan pengawas SD hingga SMA.
Ditemui usai pertemuan Kadindik Jatim Harun mengungkapkan K13 masih relefan dan perlu dilanjutkan dengan beberapa catatan. Diantaranya, ada penataan distribusi buku yang kemarin semrawut dan tidak merata.
“Ke depan distribusi buku harus ditertibkan sehingga tidak ada lagi sekolah yang tidak mendapat buku, khususnya sekolah dasar (SD). Dan kami sudah mengawali dengan memanggil penyelia maupun kabupaten/kota untuk koordinasi masalah ini,”terang mantan Kabiro Perlengkapan Pemprov Jatim.
Perbaikan juga harus dilakukan dalam proses peningkatan kompetensi guru. Untuk itu harus dilibatkan semua pihak, mulai dindik provinsi, kabupaten/kota, LPMP hingga P4K.
Harun mengklaim pelaksanaan K13 di Jatim sudah mencapai 80 persen, karena itu tidak mungkin lagi untuk berubah atau kembali ke KTSP.
Perubahan kurikulum itu malah akan merusak sistem yang sudah terbentuk serta merugikan sisi guru, biaya, waktu hingga psikologis anaknya.
Dari sisi guru mereka sudah dilatih pemahamannya tentang kurikulum 2013. Begitu juga psikologis anaknya yang sudah dipersiapkan matang materi pembelajaran yang teintegrasi.
“Masak ini harus dihentikan, kan sayang sekali,”kata alumnus Lemhanas 2008.
Sedang dari sisi biaya, implementasi K13 ini telah menghabiskan biaya yang sangat besar. Untuk jatim saja dikucurkan sekitar Rp 10 miliar yang dipakai untuk pelatihan guru.
“Ini belum termasuk dari kabupaten/kota atau dari LPMP,”ujarnya.