TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Sidang paripurna penetapan fraksi-fraksi serta penentuan pimpinan definitif Dewan Perwakilan Rakyat (DPRA) Aceh periode tahun 2014-2019, Selasa (9/12/2014), diwarnai kericuhan. Kericuhan terjadi antar-anggota Partai Aceh yang memiliki kursi terbanyak di parlemen dalam merebutkan kursi ketua DPR Aceh.
Seorang anggota dewan asal Partai Aceh (PA), Ridwan Abubakar mengamuk dan menentang mereka yang memilih dan menyetujui rekannya, Muharuddin sebagai ketua definitif DPR Aceh. Sebelumnya, Muharuddin menjabat sebagai ketua sementara DPRA. [BACA: Ada Pemukulan, Banting Meja, dan Caci Maki].
"Ini sungguh di luar aturan, karena semua anggota dewan asal PA sudah sepakat memilih saya sebagai ketua DPR Aceh," teriak Ridwan yang kemudian melempar kertas di meja pimpinan sidang DPRA Aceh, Selasa (9/12/2014).
Ridwan Abubakar alias Nek Tu menilai, Muharuddin tak layak menjadi ketua definitif DPR Aceh karena sebagian besar anggota Partai Aceh telah berkomitmen memilih dirinya untuk memimpin DPR Aceh periode 2014-2019. Ridwan semakin emosi dan membanting dolumen serta memukul meja pimpinan dewan.
Petugas keamanan pun datang untuk menenangkan Ridwan.
Suasana gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh memanas sehingga aparat kepolisian meningkatkan pengamanan.
Puluhan polisi berpakaian preman dan satuan Brimob Polres Banda Aceh dan Polda Aceh dikerahkan untuk mengamankan jalannya sidang paripurna di DPRA.
Karena kecewa, Ridwan pun melakukan aksi walkout, sementara sidang terus dilanjutkan.
Sekretaris DPRA, Hamid Zein mengakui adanya kericuhan ini dan menilainya sebagai hal yang lumrah.
"Ya, ini adalah proses demokrasi, dan itu lumrah saja. Kini suasana sudah aman dan terkendali," ujar Hamid Zein seusai sidang.
Sebelumnya, Senin malam kericuhan oleh anggota parlemen yang sama juga terjadi akibat ketidaksepahaman pendapat terkait pengesahan tata tertib dewan dan rencana pengesahan alat kelengkapan dewan.
Penulis: Kontributor Banda Aceh, Daspriani Y Zamzami